Seskemenkop: Koperasi Bukan Hanya untuk Kesejahteraan Anggota dan Diri Sendiri
Pasal 33 UUD 45 yang telah diamandemen tidak lagi menyebut koperasi di dalam penjelasannya. "Ada anggapan seolah-olah koperasi telah dipinggirkan. Padahal, kalau melihat hakikat dari Pasal 33 itu, kekuatan ekonomi Indonesia itu dibangun oleh 3 kekuatan. Salah satunya koperasi," kata Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram saat menjadi keynote speaker di acara bertajuk Peran Koperasi Untuk Negara dalam Kemandirian Ekonomi Rakyat di Bandung, Rabu (1/11/2017).?
Dalam acara yang merupakan peringatan Ulang Tahun Harian Umum Sinar Pagi Baru yang ke-16 tersebut, Agus juga menjelaskan bahwa tiga kekuatan yang membangun ekonomi Indonesia tersebut adalah swasta dan BUMN. "Swasta lewat peran masyarakat, wujudnya PT dan CV. Sedangkan BUMN basisnya adalah modal pemerintah dan ada sedikit penyertaan saham pihak lain," jelasnya.
Sementara koperasi, jelas Agus, basisnya dari dan untuk anggota. "Saya sering mengatakan, ada keliru antara koperasi sektor riil dengan koperasi sektor keuangan," jelas Agus.
Koperasi keuangan, seperti Koperasi Simpan Pinjam (KSP) tidak boleh menerima dari yang bukan anggota. Dengan kata lain, benar-benar dari anggota untuk anggota. "Karena apa? Uangnya sifatnya cair. Fleksibel bisa dibentuk dalam berbagai bentuk," ujarnya.
Adapun koperasi sektor riil dan koperasi jasa non-simpan pinjam, bukan hanya dari anggota untuk anggota. Semangatnya juga bisa untuk membantu kebutuhan orang-orang masyarakat, khususnya masyarakat di sekitarnya. "Misalnya, koperasi taksi. Kalau sopir keliling, berkeliling kota hanya untuk menjaring pelanggan yang anggotanya saja, pastinya tidak akan berkembang usahanya. Begitu juga koperasi yang memiliki rumah makan kalau yang dibolehkan makan di situ hanya anggota, tentu rumah makan tersebut sulit berkembang," kata Agus.
Hal ini, terang Agus, kadang-kadang disalahartikan. Padahal, semangat dari anggota untuk anggota berarti harus menjaring sebanyak-banyaknya anggota. Jadi, ukurannya bukan lagi kuantitas, tetapi kualitas. Hal itu salah satunya ditunjukkan dengan banyaknya anggota yang melakukan transaksi dengan koperasi.
Maksudnya, ujar Agus, kalau Prof. Sri Edi Swasono mengatakan koperasi itu untuk kesejahteraan anggota, menolong diri sendiri. "Menurut saya, penjelasan ini harus diuraikan lebih lanjut agar tidak terjadi salah pengertian," katanya.
Dijelaskannya, kalau koperasi hanya sebatas kesejahteraan anggota dan menolong diri sendiri, "Mungkin yang ada di sini, sudah sejahtera semua, sudah merata. Secara ekonomi sejahtera sehingga koperasi tidak dibutuhkan. Begitu juga, sudah bisa menolong diri sendiri. Artinya, tidak perlu berkoperasi lagi," terangnya.
Kalau penjabaran koperasi hanya seperti itu, kata Agus, koperasi ini hanya berada dalam satu strate. Koperasi hanya untuk orang-orang kecil yang tidak mampu atau orang yang belum sejahtera atau belum bisa menolong diri sendiri.
Padahal, menurut Abraham Moslow, jelas Agus, kesejahteraan itu bukan hanya kesejahteraan lahir atau kesejahteraan secara ekonomi, tapi juga kesejahteraan batin yang antara lain berupa aktualisasi diri. Silaturahmi juga sebuah bentuk kesejahteraan.
Jadi, orang-orang yang sudah sejahtera secara ekonomi harusnya tetap punya kewajiban untuk membantu yang belum sejahtera, dengan cara menjadi anggota koperasi dan membangun koperasi agar bisa merasakan kesejahteraan yang sesungguhnya. Makna lain dari penjelasan ini, jelas Agus, yang sudah sejahtera seharusnya melakukan pembinaan, pemberdayaan, pengembangan koperasi.
Pemimpin Redaksi Sinar Pagi Baru Rinaldo mengatakan, koperasi dijadikan tema diskusi dikarenakan badan hukum media ini adalah koperasi. "Alasan lainnya karena saya masih muda. Paham arti koperasi sebenarnya. Jadi, bukan hanya koran. Semua harus tahu arti koperasi yang sebenarnya," katanya.
Tidak hanya itu, Rinaldo juga mengatakan dari beberapa sumber literasi yang didapat, Amerika Serikat dan Israel bisa maju karena koperasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ning Rahayu
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Advertisement