Krisis Rohingya: Kelompok HAM Desak Badan Internasional Dilibatkan dalam Pemulangan Pengungsi
Kelompok hak asasi manusia pada hari Jum'at meminta agar badan-badan internasional diizinkan untuk memantau pemulangan yang direncanakan dari ratusan ribu Muslim Rohingya dari Bangladesh ke rumah-rumah yang mereka tinggalkan di Myanmar selama tiga bulan terakhir.
Kedua pemerintah tersebut sepakat dalam sebuah perjanjian pada hari Kamis mengenai persyaratan pemulangan para pengungsi Rohingya. Mereka bertujuan untuk memulai kembalinya Rohingya dalam dua bulan untuk mengurangi tekanan di kamp-kamp pengungsi yang luas dan telah 'menjamur' di wilayah Cox's Bazar di Bangladesh.
"Gagasan bahwa Burma sekarang akan menyambut mereka kembali ke desa mereka yang membara dengan tangan terbuka yang menggelikan," tutur Bill Frelick, direktur hak pengungsi di Human Rights Watch, menggunakan nama mantan untuk Myanmar, sebagaimana dikutip dari Reuters, Jumat (24/11/2017).
"Alih-alih menandatangani sebuah aksi hubungan masyarakat, masyarakat internasional harus memperjelas bahwa tidak akan ada pengembalian tanpa pemantau internasional untuk memastikan keamanan, diakhiri dengan gagasan untuk menempatkan orang-orang yang kembali ke kamp, kembalinya tanah dan pembangunan kembali menghancurkan rumah dan desa."
Lebih dari 600.000 Rohingya mencari perlindungan di Bangladesh setelah militer Myanmar melancarkan pemberontakan kontra brutal di desa mereka di bagian utara negara bagian Rakhine menyusul serangan militan Rohingya di sebuah pangkalan militer dan pos polisi pada 25 Agustus.
Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amerika Serikat telah menggambarkan tindakan militer tersebut sebagai sebuah aksi "pembersihan etnis", dan kelompok hak asasi manusia telah menuduh pasukan keamanan Myanmar melakukan kekejaman, termasuk pemerkosaan massal, pembakaran dan pembunuhan.
Sementara itu, pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi mengatakan bahwa repatriasi minoritas Muslim yang sebagian besar tanpa kewarganegaraan akan didasarkan pada residensi dan akan "aman dan sukarela", ada kekhawatiran bahwa militer otonom negara tersebut dapat terbukti obstruktif.
Memorandum of understanding (MoU) yang ditandatangani oleh Myanmar dan Bangladesh pada hari Kamis mengatakan bahwa sebuah kelompok kerja gabungan akan dibentuk dalam waktu tiga minggu untuk mempersiapkan jalan bagi kembalinya Rohingya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Tag Terkait:
Advertisement