Situasi di Bangladesh Kian Genting, Ilmuwan Dibuat Salah Fokus dengan Perubahan...
Para ilmuwan meyakini perubahan iklim telah memperburuk hujan yang menyebabkan bencana banjir di seluruh Bangladesh. Meski hujan monsun Asia Selatan mengikuti pola atmosfer alami, hujan akan menjadi lebih tak menentu dan deras karena suhu global terus naik.
Dilansir dari Reuters, diperlukan waktu berbulan-bulan untuk menentukan dengan tepat seberapa besar peran perubahan iklim dan hujan deras pekan lalu. Namun, para ilmuwan mencatat bahwa udara yang lebih panas dapat menampung lebih banyak uap air sebelum awan hujan akhirnya 'meledak'. Artinya, lebih banyak hujan yang akhirnya turun.
"Angin monsun yang kuat di Teluk Benggala dapat membawa lebih banyak uap air. Besarnya curah hujan yang kita lihat sekarang diduga merupakan dampak perubahan iklim," terang Roxy Mathew Koll, ilmuwan iklim di Institut Meteorologi Tropis India.
Musim monsun Asia Selatan yang berlangsung Juni-September dipengaruhi oleh beberapa pola yang tumpang tindih di laut dan atmosfer, termasuk siklus cuaca El Nino-La Nina dan Dipol Samudra Hindia. Saat ini, sistem tersebut mendorong angin barat daya yang kuat di atas Teluk Benggala.
Namun, pola musim hujan telah bergeser dalam beberapa dekade terakhir karena suhu rata-rata Bangladesh telah naik setidaknya 0,5 derajat Celsius sejak 1976.
"Alih-alih memiliki hujan sedang yang merata sepanjang musim hujan, kami punya periode kering yang panjang dengan terkadang disertai hujan deras yang singkat. Saat hujan itulah semua kelembapan dibuang dalam beberapa jam hingga beberapa hari," sambung Koll.
Pada Selasa (21/6), tentara Bangladesh naik perahu mengarungi air payau untuk menyelamatkan mereka yang membutuhkan atau mengirim makanan dan air ke beberapa orang dari 9,5 juta jiwa yang terdampar. Menurut otoritas, sedikitnya 69 orang tewas dalam bencana tersebut.
Hujan deras pekan lalu menyebabkan sungai-sungai di Bangladesh meluap. Ini terjadi kurang dari sebulan setelah negara bagian Assam, India, dilanda banjir serupa yang dipicu hujan. Bencana tersebut menewaskan sedikitnya 25 orang di sana.
Bangladesh dianggap sebagai salah satu negara paling rentan terhadap iklim di dunia. Berdasarkan analisis tahun 2015 oleh Institut Bank Dunia, sekitar 3,5 juta orang Bangladesh berisiko dilanda kebanjiran sungai setiap tahun. Banjir juga mengancam pertanian, infrastruktur, dan pasokan air bersih negara.
"Negara-negara di kawasan itu menderita jika tak ada hujan. Mereka juga menderita jika terlalu banyak hujan. Yang mereka butuhkan adalah curah hujan yang stabil, seperti yang kita alami di masa lalu dan seperti yang terancam sekarang di bawah pemanasan global," pungkas Anders Levermann, ilmuwan iklim di Institut Penelitian Dampak Iklim Potsdam dan Universitas Columbia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: