Nanang Edi Supriyono begitu bersemangat menyambut rombongan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) Kantor Pusat Jakarta di kafe miliknya yang belum ada satu tahun dibangun, Kamis (20 Juni 2017). Tarian selamat datang, hidangan khusus dari ingkung, hingga pengalungan selendang, sambutan yang terasa agak berlebihan itu, dianggap warga Dusun Krajan, Desa Seneporejo, Kecamatan Siliragung, Banyuwangi pantas diberikan kepada seorang tamu yang membuatnya sukses seperti sekarang.
“Saya sangat berterima kasih kepada PNM, saya ingat betul satu tahun yang lalu saat rombongan Direktur Utama PNM, Pak Parman, datang kemarin, tempat ini belum ada apa-apa. Tapi saya percaya, saat sebuah tempat didatangi orang penting, tempat itu akan membawa berkah. Maka saya bangun tempat ini menjadi seperti ini,” ungkap Nanang saat memberi sambutan rombongan PNM.
Sebelumnya, dia seorang buruh pabrik yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK). Ia banting setir dengan memulai usaha batik bermodal Rp850.000 pada 2001. Pada suatu ketika, ia berkenalan dengan ULaMM (Unit Layanan Modal Mikro) yang diselenggarakan PNM. Usaha batiknya mendapat pinjaman Rp150 juta. Suntikan dana ini membuat gerak produksi batik semakin kencang dan pesat sehingga dipercaya mendapat suntikan pinjaman kedua dan ketiga masing-masing Rp200 juta dan Rp600 juta. Setahun telah berlalu, kini omset batik Nanang mencapai Rp50 juta per hari atau Rp1,5 miliar per bulan.
Ada figur UMKM lain di Banyuwangi yang melejit seperti Nanang setelah bersentuhan dengan ULaMM PNM. Adalah Yitno Pribadi, pemilik usaha Husna Art yang membuat kerajinan lampu hias dari kulit kerang. Berkat bantuan permodalan ULaMM sebesar Rp200 juta, ia mampu memasarkan produknya tidak hanya di dalam negeri, tapi sampai ke Jerman, Jepang, dan Australia.
Sampai akhir 2016, PNM memiliki 257.096 nasabah ULaMM yang tersebar di 73 cabang di seluruh Indonesia. Sementara itu, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2015, setidaknya ada 3,4 juta kelompok usaha mikro dan 283 ribu kelompok usaha kecil di Indonesia. Kalau dilihat data itu, nasabah PNM ULaMM PNM barulah menyentuh 8,3% pelaku usaha mikro di dalam negeri.
PNM merupakan BUMN yang didirikan paskaperekonomian Indonesia babak belur dihajar krisis ekonomi dan moneter pada 1 Juni 1999. Ketika itu, boleh bilang mayoritas perusahaan kakap dan konglomerat rontok. Tinggallah pelaku UMKM yang justru mampu bertahan menghadapi gempuran krisis tersebut. Hal inilah yang menyentil kebersadaran pemerintah bahwa peran UMKM tidak bisa diabaikan, apalagi dianggap remeh. Dari sinilah, lahir niatan luhur membangun PNM dengan modal dasar Rp1,2 triliun dan modal disetor Rp300 miliar dengan mengemban misi khusus memberdayakan UMKM.
Selain UlaMM Ada Mekaar
Kalau PNM hanya mengurusi penyaluran dana ke UMKM, hal ini tidaklah ada bedanya dengan perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Bantuan permodalan PNM tidak hanya sebatas permodalan, tapi juga pendampingan dengan memberi capacity building kepada debiturnya. Nanang dan Yitno, dua contoh pelaku UMKM yang digarap PNM dengan suntikan modal dan injeksi capacity building sehingga pelaku UMKM tadi naik kelas. Bahkan, kedua pengusaha tadi saat ini sudah bisa menjadi mentor bagi pelaku usaha UMKM lainnya.
Selain memberi sentuhan personal dan capacity building, melalui program ULaMM yang digulirkan sejak 2015, PNM juga mulai melirik ke nasabah yang lebih kecil lagi dari Nanang dan Yitno, yakni pelaku usaha super mikro dari kalangan keluarga prasejahtera. Pada Desember 2015, PNM menggulirkan program bertajuk “Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera” (Mekaar). Melalui payung program ini, PNM akan mengalokasikan dana Rp2 juta sampai Rp5 juta per orang.
Menurut Direktur Perencanaan dan Pengembangan Usaha PNM, Arief Mulyadi, di Banyuwangi, saat ini terdapat 14 cabang Mekaar dengan anggota mencapai 600 nasabah tiap cabangnya. Total nasabah Mekaar PNM saat ini baru mencapai satu juta orang. Sementara potensi dari keluarga prasejahtera di Indonesia mencapai 100 juta keluarga.
“Kalau dilihat dari nominal, pembiayaan tersebut memang kecil. Tapi untuk kegiatan produktif, nilai tersebut sudah cukup, apalagi bagi keluarga prasejahtera,” ungkap Arief. Ia mencontohkan bantuan kepada kelompok ibu-ibu di Banyuwangi melalui Program Mekaar bagi kaum hawa yang tidak memiliki kegiatan yang produktif. Ambil contoh, Siti Nurjanah yang kini berjualan lontong kikil dan berternak bebek. Lalu, ada juga yang membuka warung kopi. Para kaum ibu ini sekarang sudah memiliki kegiatan yang menghasilkan duit.
Saat ini, nama PNM begitu lekat dan tidak asing di telinga kaum wanita di hampir setiap pelosok kota dan desa di dalam negeri. Sebagai BUMN yang pernah menggarap kredit program yang dulu ditangani Bank Indonesia, PNM setidaknya mahfum benar lika-liku menggarap bantuan pendanaan bagi wong cilik. Makanya, selepas mengurusi kredit program BI (KLBI), PNM mengkreasi produk ULaMM meski dengan modal terbatas yang dititip pemerintah, yakni Rp300 miliar. Meskipun begitu, PNM tak kecut hati untuk menerobos keterbatasan anggaran tersebut.
Jajaran direksi PNM memutar otak guna mencari tambahan modal. Pada Mei 2009, PNM berhasil menambah jumlah Unit ULaMM dari 13 menjadi 189 dan karyawan yang tadinya 380 orang menjadi 2000 orang. “Kita terus coba jual MTN dan RDPT melalui anak perusahaan kami, dan akhirnya laku, meskipun agak mahal. Akhirnya, kita dapat dana dari bank dan sebagainya. Kami betul-betul survive pada waktu itu,” ujar Arief. Sejak PNM menggulirkan ULaMM, mulai memperlihatkan hasil meski belum seperti yang diharapkan. Saat ini, PNM telah memiliki 702 Unit ULaMM. Berkat kesuksesan tersebut PNM semakin percaya diri untuk melakukan transformasi ketiga dengan meluncurkan produk Mekaar, berupa pembiayaan super mikro bagi keluarga prasejahtera. Transformasi ini juga sukses. Melalui produk Mekaar, PNM telah memiliki 1 juta nasabah dan menambah 1.134 kantor di 32 provinsi. Aset PNM saat ini telah mencapai Rp7,8 triliun.
BUMN “Kesayangan” Pemerintah
Dengan memiliki program sendiri, PNM semakin eksis. Padahal dulu hanya dianggap BUMN “gurem” yang menjalankan kredit program milik BI dan prestasi keuangannya sangat jauh jika dibanding dengan BUMN. Kapan seperti Pertamina, BRI, Bank Mandiri, Telkom dan Lainnya? Bahkan, kini boleh dibilang Menteri BUMN, Rini Soemarno, menjadikan PNM “anak kesayangan” dengan menggelontorkan modal Rp1 triliun pada 31 Desember 2015. Maklumlah, PNM mengemban misi mulia memberdayakan wong cilik yang menjadi bagian dari program Nawacita pemerintah saat ini. Namun, Rini juga memberikan target kepada PNM untuk menggaet 4 juta nasabah, 2 juta nasabah tahun ini dan 2 juta nasabah tahun 2018. Melalui PNM pemerintah ingin mewujudkan mimpi besarnya memberdayakan UMKM karena sektor inilah yang menjadi tulang punggung perekonomian negara ini. Kalau merujuk data dari Kementerian Koperasi dan UKM, sampai akhir tahun 2016 kontribusi sektor UMKM ke perekonomian nasional meningkat dari 57,84 persen menjadi 60,34 persen.
Untuk mendorong peran UMKM lebih besar lagi, Rini Soemarno tengah mengupayakan agar PNM bisa ikut menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) seperti yang dilakukan perbankan. Penyaluran KUR ini nantinya sudah barang tentu merujuk cara PNM, yakni memberi pendanaan dengan pendampingan. Niatan ini disokong Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Azam Natawijana. “Kami berharap PNM bisa menjadi penyalur KUR, namun dengan tetap mengedepankan pendampingan ke pelaku UMKM,” ujar Azam Natawijana. PNM menyadari bahwa untuk mengejar target 4 juta nasabah bukanlah perkara enteng. Persiapan dari pendanaan, PNM akan mengupayakan dengan menerbitkan PUB (Penawaran Umum Bertahap), dan menerbitkan obligasi senilai Rp1,5 triliun. Saat penerbitan obligasi tersebut ternyata yang berminat Rp3 triliun, artinya masih ada potensi. Selain itu, fasilitas kerja sama dengan perbankan dan beberapa fasilitas lain. Persiapan lainnya yang dilakukan PNM akan melakukan penambahan 300 cabang Mekaar plus Sumber Daya Manusia 12 orang per kantor cabang, dengan total 3.600 karyawan.
Melalui PNM, pemerintah bermimpi kelak perekonomian Indonesia digerakkan oleh pelaku UMKM yang tangguh dalam menahan serangan kiris keuangan nasional maupun global. Ibarat kata, dengan memberdayakan UMKM identik membangun perekonomian Indonesia semakin kokoh.
Membina dengan emotional relation bicara kredit dan pembiayaan di dunia bisnis itu sangat banyak. Setidaknya, masyarakat sudah sangat familiar dengan yang namanya bank. Ada banyak bank yang bersaing dengan brand dan suku bunga untuk mendapatkan nasabah. Lantas, bagaimana PNM hadir dan memenangkan hati para nasabah?
Menurut Direktur Perencanaa dan Pengembangan Usaha PNM, Arief Mulyadi, PNM tidak hanya memberikan jasa pembiayaan saja, tapi juga pendampingan usaha yang dilakukan oleh divisi Pengembangan Kapabegitu. Ketika bisnis yang dijalankan mengalami kendala, petugas memberikan solusi terbaik. Hal-hal seperti itu menimbulkan emotional relation sehingga membuat nasabah menjadi loyal.
Relation juga sangat bermanfaat bagi nasabah, seperti memberikan kepercayaan PNM sehingga bisa mendapatkan pembiayaan dengan lebih mudah dan nominal lebih besar. Untuk para nasabah dengan bisnis yang besar juga mendapatkan kesempatan menjadi inspirator dan motivator bagi pelaku usaha pemula. Beberapa contoh nasabah UlaMM, seperti Hartono, pengusaha Keripik di Lebak Banten. Awalnya mendapatkan pembiayaan Rp20 juta pada tahun 2010, saat ini omsetnya sudah mencapai Rp1 miliar per bulan sitas Usaha (PKU) dan Jasa Manajemen.
Berkat competitive advantage tersebut, PNM yang memiliki bunga lebih tinggi dari KUR antara 14—25% per tahun ini tetap diminati oleh nasabah. Berbeda dengan perbankan dan lembaga keuangan lainnya, PNM mendorong karyawan di unit-unit ULaMM untuk proaktif kepada nasabah. Pendekatan kepada nasabah secara intens dan memberikan terobosan-terobosan bisnis kepada calon nasabah membuat para nasabah akhirnya bersedia mengambil kredit. Selanjutnya setelah menjadi nasabah, para pelaku usaha tersebut juga tidak dilepas sehingga bisa mendapatkan pembiayaan Rp1 miliar dari ULaMM.
Satu lagi Nanang, pengusaha Batik di Banyuwangi, Jawa Timur. Awalnya mendapatkan pembiayaan Rp75 juta saat ini sudah mencapai Rp800 juta. “Dan mereka bukan tidak dilirik oleh bank, tetap ditawari, marketing datang, tapi tetap setia dengan kami,” ungkap Arief. Emotional relation ini juga menjadi cara PNM untuk mitigasi risiko membengkaknya kredit bermasalah. Dengan emotional relation, pemeo di jasa pembiayaan membuat petugas “rikuh” menagih karena nunggak. Terus menjadi terbalik, nasabah menjadi “rikuh” menagih karena menungak bayar.
Di Mekaar sendiri, lanjut Arief, misi awal PNM adalah membentuk disiplin dan karakter nasabah. Caranya, dalam setiap pertemuan rutin mingguan para nasabah Mekaar diminta untuk membaca janji nasabah, yang salah satu isinya “membayar angsuran mingguan sesuai kewajiban.” Mitigasi risiko kredit macet di Mekaar juga dilakukan dengan cara tanggung renteng, yaitu jika ada yang menunggak harus ditanggung semua anggota. Cara tersebut membuat NPL Mekaar 0%. Terbukti dari kelompok yang telah menyelesaikan putaran pertama selama 50 minggu tidak ada yang menunggak.(AA)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Ratih Rahayu