Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti persoalan pendanaan sumbangan kampanye pemilu yang dinilai berpotensi menimbulkan korupsi politik, yang tidak jauh berbeda antara Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif.
Siaran pers ICW, Minggu (14/1/2018), menyatakan, dalam hal pendanaan kampanye, problem regulasinya serupa, seperti dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, ketentuan tentang batasan maksimum untuk calon presiden juga ternyata meningkat secara drastis.
Sumbangan perorangan maksimum meningkat menjadi sebesar Rp2,5 miliar dari sebelumnya Rp1 milyiar, dan sumbangan badan usaha menjadi Rp25 miliar dari sebelumnya Rp5 miliar.
ICW menyayangkan bahwa tidak ada argumentasi kuat dalam risalah pembahasan UU Pemilu yang mendasari kenaikan dalam jumlah yang besar tersebut. Sama seperti yang terjadi dalam pilkada, di mana batasan sumbangan juga mengalami kenaikan.
LSM antikorupsi itu berpendapat bahwa naiknya batas sumbangan akan semakin mempermudah pemodal dan pemburu rente untuk masuk mendanai dan mengikat kandidat.
Selain itu, pemberian modal kampanye dalam jumlah besar dan mengikat dinilai juga telah banyak terjadi pada pemilu sebelumnya dengan trik dan modus tertentu, namun bersifat ilegal karena batasan tidak setinggi sekarang.
ICW mengemukakan, berkaca pada pemilu sebelumnya tahun 2014, sistem proporsional terbuka memiliki beberapa kelemahan karena banyak tidak disertai dengan integritas kandidat dan pengawasan pemilu yang kuat.
Sedangkan masalah terbesar yang dihadapi dinilai adalah potensi politik uang dari kandidat kepada masyarakat. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman