Gojek, Tokopedia, dan Bukalapak merupakan tiga perusahaan rintisan yang kini menjelma menjadi pemain besar di bidangnya. Kini, banyak startup yang menanti uluran tangan para angel investor dalam menapak menjadi perusahaan besar. Sejumlah komunitas angel investor pun bertumbuh di Indonesia. Para angel investor ini siap menjadi malaikat penolong bagi perusahaan rintisan.
Mereka disebut angel karena peran mereka layaknya figur malaikat yang baik hati dan suka menolong. Sejatinya, memang itulah peran yang dimainkan seorang angel investor. Kehadirannya dalam sebuah perusahaan yang baru dibentuk (startup) diibaratkan sebagai malaikat penolong agar perusahaan yang baru lahir itu bisa selamat dan bertumbuh menjadi besar.
Munculnya istilah “angel investor” berasal dari Teater Broadway di New York City yang sedang di ambang kebangkrutan. Individu-individu kaya raya menyisihkan dana mereka agar teater ini tidak sampai tutup. Dalam perkembangannya, seorang profesor dari University of New Hampshire, William Wetzel, melakukan penelitian terhadap perusahaan startup dan bagaimana mereka mendapatkan dana dari para individu-individu kaya raya tersebut. Dari sinilah muncul istilah “angel investor”. Di Amerika Serikat, untuk menjadi seorang angle investor, mesti memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Securities Exchange Commission’s (SEC). Pihak SEC setidaknya mensyarakatkan figur seorang angel investor mesti memiliki kekayaan minimal US$1 juta atau pendapatan sebesar US$200 ribu per tahun. Sumber pendanaan para angel ini berasal dari kocek sendiri. Hal ini berbeda dengan perusahaan modal ventura yang mengumpulkan sejumlah investor untuk membiaya satu proyek tertentu.
Di Indonesia, figur angel investor terbilang baru. Figur para angel investor ini bisa siapa saja, pensiunan eksekutif sebuah perusahaan multinasional, CEO swasta nasional dan BUMN, atau empunya dana yang tidak terafiliasi dengan usaha tertentu. Intinya, untuk menjadi angel investor di Indonesia, tidak ada kriteria seperti SEC. Dana yang digelontorkan untuk membantu startup pun bervariasi, mulai dari Rp50 juta sampai miliaran rupiah. Semua tergantung dari kebutuhan, skala startup, dan kemampuan kocek angel investor.
Keberadaan angel investor di dalam negeri semakin ramai dengan semaraknya pertumbuhan startup yang didominasi oleh mereka yang bergelut di bidang teknologi informasi (TI). Awalnya, para angel investor ini bergerak secara personal, tapi dalam perjalanannya ada yang membentuk klub sendiri. Angel-eQ, misalnya. Klub angel investor bentukan Shinta Dhanuwardoyo yang sehari-hari memimpin bubu.com. Awalnya, klub yang beranggotakan sekitar 15 orang angel ini, hanyalah teman kongko dan mengobrol.
“Ketika sedang ketemuan, ada yang nanya, enaknya invest di mana nih?” ujar Shinta Bubu, begitu cucu mendiang pejuang wanita Supeni ini akrab disapa. Daripada ia harus berbicara pada satu per satu orang, ia pun menggagas membentuk klub Angel-eQ. Sejumlah nama kondang masuk ke dalam klub ini, seperti Erick Thohir (Mahaka Group), Adi Sariaatmadja (SCTV Group), Erik Meijer, Tonny Fernandez (CEO Air Asia), Emil Abeng, dan Harry Nugraha. Dua nama lainnya, seperti Sandiaga Uno (Wakil Gubernur DKI DJakarta) dan Budi Sadikin (Dirut PT Inalum), menyingkir karena memangku jabatan publik.
Angel-eQ melakukan pertemuan tidak rutin dua bulan sekali. Dalam pertemuan itu, biasanya akan dibahas proposal startup yang masuk setelah diseleksi oleh Shinta Bubu. Setiap angel investor bebas memilih startup mana yang mau dibiayai atau dibimbing. Setelah pertemuan para angel tadi, akan dilanjutkan dengan pertemuan dengan para pengelola startup yang akan dibiayai. Di sinilah proses fit and propert test dilakukan. Bagi Shinta yang sudah lebih dari dua dekade malang melintang mengurusi startup, tidaklah terlalu sulit untuk menilai calon startup yang bagus dan tidak.
“Kalau saya melihat figur orang dan tim dari startup, bukan produknya semata. Pasalnya, kalau di dalam diri orang yang mengelola startup tadi tidak memiliki semangat kewirausahaan, bisa dipastikan bisnis tersebut tidak akan berjalan alias ambruk di tengah jalan,” ujar Shinta. Ketika membantu perusahaan startup , kebutuhan utamanya tidak melulu soal modal. Ada startup yang lebih membutuhkan nasihat, bimbingan, atau jaringan. Bagi Shinta, kalau hanya sebatas mengucurkan dana tanpa menginjeksi nilai yang dimiliki si angel, terasa kurang afdal. Sebab, bisa saja ada startup yang lebih membutuhkan jaringan agar mereka tumbuh.
Di luar Angle-eQ, masih ada lagi beberapa klub angel investor. Sebut saja Angel Investment Network Indonesia (ANGIN) yang dikreasi sebuah LSM Global Entrepreneurship Program Indonesia (GEPI). Di klub ini, ada 50 angel investor dengan nama-nama kondang. Sebut saja Noni Purnomo (CEO Blue Bird), Mari Elka Pangestu (mantan Menteri Perdagangan), Lanny Angkosubroto (Gunung Sewu Group), Harun Hajadi (direktur di Ciputra Group), Ashraf Sinclair, Diono Nurjadin (CEO Cardig Air Service), dan Desy Anwar (wartawan).
Klub ANGIN juga membuka pembiayaan khusus bagi para wanita yang sedang merintis usaha bertajuk ANGIN Women Fund. Klub angel para wanita ini dibentuk oleh 15 wanita angel investor yang khusus mendanai startup yang dikreasi oleh kaum wanita. Klub ini menyediakan pembiayaan, mulai dari US$25 ribu—US$150 ribu. Pihak ANGIN membuka diri bilamana ada angel investor lain yang berminat untuk ikut serta membiayai salah satu startup yang mereka bina. Begitu juga ANGIN, terbuka untuk berkolaborasi dengan perusahaan modal ventura, bank, atau siapa saja yang mau ikut serta.
Selain itu, ada lagi klub angel investor bernama Club de Angel yang dikelola Rasdiansyah yang bermukim di Makassar, Sulawesi Selatan. Merujuk paparan halaman situs klub ini, mula klub ini terbentuk ketika menghadiri seminar forum World Business Angel Association (WBAA) yang bermarkas di Brusell. Di dalam klub ini, calon angel investor bisa memilih enam paket yang ditawarkan. Misalnya, ada paket Venture Angel dengan nilai investasi Rp5 miliar dan Rp1 miliar. Selain itu, dibuka empat paket lainya, yaitu VIP Angel dengan nilai investasi Rp100 juta, Platinum Angel dengan nilai Rp50 juta, Gold Angel senilai Rp20 juta, dan Silvel angel senilai Rp10 juta.
Kalau yang satu ini bukan klub angel investor, tetapi lebih berperan sebagai wadah bagi perjumpaan antara angel investor dan startup yang butuh dana. Peran sebagai mediator inilah yang dimainkan Putera Sampoerna Foundation (PSF). Untuk mempertemukan angel dan startup, PSF membangun sebuah portal bertajuk Mekar. Setidaknya, sudah tercatat 2000-an wirausahawan dan 300 angel investor yang terjaring dalam wadah Mekar. Setidaknya, ada 25 finalisasi perjanjian investasi senilai Rp7 miliar dengan rentang nilai investasi para angel investor antara Rp25 juta hingga Rp300 juta.
Kehadiran klub-klub angel investor inilah yang ikut mencetak wirausahawan mumpuni. Tidak ada angka pasti berapa jumlah startup yang dibantu oleh para angel tersebut. Shinta Bubu mengaku tidak mengingat berapa banyak startup yang telah dibantunya, yang pasti tidak sampai seratusan perusahaan. Artis Asraf Sinclair telah mendanai sekitar 500 startup. Tiga startup asli Indonesia yang kini menjelma menjadi pemain besar, seperti Gojek, Tokopedia, dan Bukalapak. Ketiga perusahaan tersebut sudah menikmati suntikan dana yang tidak sedikit dari para investor. Asian Wall Street Journal menyebut Gojek menerima suntikan dana US$ 1 miliar dari TechCrunch, sebuah raksasa teknologi asal Cina. Begitu pula dengan Tokopedia yang mendapat guyuran dana hampir sebesar Gojek, yakni US$1,1 miliar atau setara Rp14 triliun dari raksasa jaringan ritel online Alibaba Group. Bukalapak juga menikmati suntikan dana segar dari EMTEK Group meski tidak disebutkan nilainya. Yang jelas, guyuran dana yang tidak sedikit itu memberi indikasi ketiga perusahaan yang dulunya perusahaan rintisan punya prospek yang cemerlang.
Para angel investor pun terus mencari figur perusahaan rintisan yang ditaksir memiliki masa depan sebagus Gojek, Tokopedia, dan Bukalapak. Tetapi, tidak sedikit juga proyek rintisan yang berantakan di tengah jalan. Itu salah satu risiko yang dihadapi oleh para angel investor. Seperti kata Shinta Bubu, ketika ada startup yang dibiayai terpaksa harus gulung tikar, tidaklah harus ditangisi dan tidak juga bikin jera. Justru, adrenalin para angel investor terus semakin terpacu agar jangan lagi gagal pada perusahaan rintisan lainnya. Lalu, apa yang akan dinikmati oleh para angel investor dengan semua usaha dan dana yang digelontorkan ke startup? Sebagai investor, sudah barang tentu memburu laba dari investasi yang dibenamkan. Misalnya, ketika startup yang dibiayai bertumbuh dan semakin besar, lalu ada investor—modal ventura— yang ingin masuk, di sinilah si angel investor memetik kelebihan. Atau, apabila startup yang dibiayai angel investor sukses melantai di Bursa Efek, capital gain dari kepemilikan saham itulah yang menjadi benefit.
Namun, para angel investor menyepakati bahwa keterlibatan mereka dalam membiayai startup bukanlah semata memburu laba saat perusahaan itu nantinya sukses. Justru, kesuksesan perusahaan ini menjadi torehan kepuasan tersendiri bagi si angel investor. Sukses dalam ikut melahirkan sebuah perusahaan rintisan menjadi medium yang akan menambah portfolio dan keterampilan para angel investor.
Paul Doany, CEO Turk Telecom, mengingatkan para angel investor dengan latar belakang sebagai CEO. Ia mengingatkan para CEO yang turun sebagai angel investor belumlah tentu figur yang lebih qualified dari yang lain.
Untuk menghindari kemungkinan kegagalan, harus diingat oleh para angel investor bahwa seorang angel itu tidak memiliki kendali kepada startup yang dibiayainya. Begitu pula sebagai figur CEO, para angel janganlah bertindak seperti bos karena posisi mereka hanyalah investor. “Jadi, harus disadari sejak awal bahwa para angel investor ini tidaklah bisa mengatur startup dan tim manajemenya,” tandasnya sebagaimana dilansir dalam situs World Business Angel Investmen Forum.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Heriyanto Lingga
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: