Target Indonesia menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah global pada 2024 membutuhkan motor yang kokoh agar dapat terwujud. Bagaimana langkah-langkahnya?
Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah global. Besarnya jumlah penduduk muslim bisa menjadi modal bagi Indonesia untuk mewujudkan hal tersebut. Namun sayangnya, di sektor ekonomi syariah, seperti industri makanan halal, industri wisata halal, industri fesyen syariah, serta industri obat dan kosmetik halal, secara umum, Indonesia hanya menjadi pasar produk halal yang besar.
Data Global Islamic Index, Thomson Reuters menyebutkan, pasar industri halal global merupakan pasar yang gemuk untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi. Data tersebut mencatat potensi volume industri halal global dapat mencapai US$6,38 triliun hingga 2021. Angka itu meningkat 66,14% dibandingkan volume yang tercatat pada 2015 yang sebesar US$3,84 triliun. Angka fantastis inilah yang menyebabkan banyak negara-negara di dunia, tidak hanya terbatas pada negara dengan penduduk mayoritas muslim, tapi juga negara-negara lain, seperti Thailand, Brazil, Australia dan Tiongkok, berlomba-lomba memanfaatkan peluang dan ikut menjadi pemain di industri produk halal global. Lalu, bagaimana dengan peluang Indonesia untuk menjadi pusat pengembangan serta pemain ekonomi dan keuangan syariah?
Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, selain bermodalkan populasi muslim terbesar, Indonesia juga berada pada ranking pertama untuk konsumsi makanan halal dari sisi pengeluaran untuk produk dan jasa halal. Oleh sebab itu, potensi pengembangan makanan halal di Indonesia sangat besar. Industri makanan halal global pada tahun 2015 mencapai US$1,2 triliun dan akan meningkat menjadi US$2 triliun pada 2021.
“Indonesia punya potensi besar untuk mengembangkan industri makanan halal. Bahkan, jika melakukan swasembada makanan halal, aktivitas ekonomi akan sangat besar. Yang dimaksud makanan halal tidak hanya masalah bagaimana proses penyembelihannya, tetapi proses sampai ke konsumen yang memang dipastikan halal dan thoyyib,” ujar Perry dalam Seminar Ekonomi Syariah bertajuk “Masa Depan Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia” di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Selain makanan halal, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan produk fesyen syariah, mengingat Indonesia merupakan konsumen fesyen syariah kelima terbesar di dunia. Di samping itu, Indonesia juga merupakan salah satu konsumen terbesar untuk wisata halal dan pengobatan halal.
“Belum lagi ada fesyen halal. Misalnya, bagaimana cara wanita berpakaian dari dalam sampai luar? Apakah bedaknya halal? Kemudian, siapa produsennya? UMKM kita banyak sekali yang perajin pakaian muslim. Kalau disambung, permasalahannya bukan hanya di mata rantai produksi, tetapi juga distribusi, pemasaran, sertifikasi, dan lain sebagainya. Di sini kita melihat ada potensi yang sangat besar untuk menggiatkan ekonomi, tidak hanya penggiat ekonomi kecil, tetapi juga menengah dan besar,” jelas Perry.
Oleh sebab itu, urgensi percepatan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia mutlak harus segera dil akukan. Hal ini karena pengembangan ekonomi dan keuangan syariah akan meningkatkan kesejahteraan, tidak hanya umat muslim, tetapi juga seluruh kalangan sebagai rahmatan lil alamin. Pengembangan industri halal menggerakkan roda ekonomi, meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja, termasuk memberdayakan UMKM sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Kemudian, pengembangan ekonomi syariah juga akan mendorong percepatan pengembangan sektor keuangan syariah. Selama ini, pemerintah dan stakeholder lebih fokus mendorong pertumbuhan industri keuangan syariah, tetapi pemberdayaan ekonomi syariah sendiri belum banyak disentuh.
“Tentu aktivitas (ekonomi syariah) ini memerlukan pembiayaan sehingga dengan sendirinya kegiatan perbankan akan tumbuh. Saat ini kita sudah keluar dari jebakan pangsa pasar (perbankan syariah) sebesar 5%,” pungkasnya.
Meski terlambat dibandingkan negara lain dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, Indonesia beruntung telah memiliki Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang dibentuk sekaligus diketuai oleh Presiden Republik Indonesia. KNKS ini dibentuk sebagai wadah otoritas terkait, termasuk Bank Indonesia (BI) untuk sinergi dan koordinasi dalam percepatan ekonomi dan keuangan syariah.
Di dalam KNKS, ada tiga pilar yang dirumuskan BI dan otoritas terkait sebagai strategi dan program aksi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Pertama, pilar pemberdayaan ekonomi syariah. Pilar ini menitikberatkan pada pengembangan industri halal atau supply chain, yaitu suatu jejaring aktivitas ekonomi halal. Dalam pengembangan mata rantai industri halal, diperlukan suatu kerterkaitan antar-aktivitas ekonomi dalam suatu ekosistem yang utuh, mulai dari subsistem input, produksi, pengolahan dan distribusi, pemasaran, hingga sampai pada konsumen terakhir.
Kedua, pilar penguatan keuangan syariah untuk pembiayaan. Pilar ini menitikberatkan pada upaya pengembangan sektor keuangan melalui penguatan lembaga keuangan yang meliputi aspek permodalan, governance, serta pengembangan produk keuangan, seperti sukuk, waqflinked sukuk, dan lainnya. Di samping itu, pilar ini juga berfokus pada integrasi keterkaitan antara sektor keuangan komersial dengan sektor keuangan sosial, seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
Ketiga, pilar penguatan riset, penilaian, dan edukasi termasuk sosialisasi dan komunikasi. Pilar ini menitikberatkan pada edukasi serta kampanye ekonomi dan keuangan syariah. Salah satu program dalam pilar ini adalah mengembangan kurikulum di perguruan tinggi dan lembaga pendidikan dengan mengintegrasikan teori dan kewirausahaan.
“Ini akan meningkatkan ekonomi syariah karena pilar satu, pemberdayaan ekonomi, menjadi program terintegrasi di kementerian, lembaga, BI, OJK dan akan jadi suatu sinergi. Program pengembangan ekonomi akan meningkat, termasuk asosiasi. Di pilar dua, bukan hanya bank, tetapi instrumen keuangan, mobilisasi wakaf, dan zakat akan menjadi instrumen pembiayaan syariah yang dihubungkan dengan pemberdayaan ekonomi syariah, termasuk kurikulum. Kampanye itu akan meningkatkan kegiatan ekonomi dan keuangan syariah,” papar Perry.
Lebih jauh lagi, Perry menuturkan bahwa kampanye gaya hidup halal juga dilakukan secara massal dan masif. “Kampanye ini menekankan bahwa konsep halal tidak hanya terkait dengan aspek keagamaan, namun juga terkait nilai-nilai dalam kehidupan sehingga diharapkan dapat tercipta suatu ekonomi yang inklusif,” ucapnya.
Kemudian, Indonesia juga perlu belajar dari negara yang telah berhasil mengembangkan industri produk halal, misalnya Thailand yang mencanangkan “Halal Kitchen of The World”, Tiongkok yang menjadi eksportir sandang halal ke Timur Tengah, dan Australia sebagai pengekspor daging sapi halal terbesar.
“Beberapa kunci sukses pengembangan ekonomi dan keuangan syariah negara-negara lain yang dapat dipetik, antara lain, pertama, adanya political will dari pemerintah yang kuat; kedua, dirumuskan menjadi program nasional; ketiga, koordinasi lintas otoritas; keempat, memanfaatkan competitive advantage suatu negara; kelima, kampanye yang masif,” katanya.
Adapun peran BI adalah sebagai akselerator, inisator, dan regulator (AIR) dalam perumusan strategi dan implementasi program aksi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Pasalnya, BI menyadari bahwa pengembangan ekonomi dan keuangan syariah tidak dapat dilakukan sendiri, tapi harus secara bersama-sama dengan seluruh pihak terkait.
“BI memiliki banyak program, misalnya pemberdayaan ekonomi pesantren dan kelompok muslim. Ada 67 pesantren yang bekerja sama memberdayakan ekonomi. Ternyata, model bisnis di pesantren sudah banyak maju. Ada yang fokus pada agrifarming organik dan sudah menyuplai sejumlah supermarket, ada juga yang mengembangkan air halal di Jawa Timur,” katanya.
Bahkan, sejumlah pesantren ada yang memiliki bisnis atau bidang usaha lebih dari 30 jenis, mulai dari daur ulang sampah, pertanian, perdagangan, bengkel, dan pemasaran yang dikombinasikan dengan pendidikan pesantren. Sementara itu, untuk pemberdayaan UMKM, ada klaster-klaster binaan BI yang aktif dalam produksi pakaian, fesyen, dan sebagainya.
Ke depannya, BI akan selalu siap untuk berkooordinasi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak terkait untuk mewujudkan berbagai program aksi guna mempercepat momentum pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Dengan demikian, melalui berbagai kolaborasi antarotoritas, kampanye masif, dan sebagainya, target Indonesia menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah global pada 2024 dapat terwujud.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: