Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengukur Dampak Shutdown AS Terhadap Ekonomi Tanah Air

Mengukur Dampak Shutdown AS Terhadap Ekonomi Tanah Air Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Shutdown atau penghentian sementara operasional Pemerintahan di AS diprediksi berlangsung dari minggu ke empat Januari hingga minggu kedua Februari 2018. Shutdown merupakan konsekuensi dari adanya ketidaksepakatan antara Presiden dan Kongres dalam penyusunan anggaran Negara khususnya terkait pembiayaan. 

Adapun departemen yang akan terkena efek penutupan sementara setidaknya Departemen Perdagangan, NASA, Departemen Ketenagakerjaan, Departemen Perumahan dan Departemen Energi. Bagi Indonesia, dampak terjadinya shutdown secara temporer sangat minim ke nilai tukar rupiah. 

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan proyeksi rupiah masih berada dalam rentang yang terkendali di kisaran 13.350-13.400 ketika terjadi shutdown. Hal ini disebabkan pada masa shutdown, dolar AS cenderung melemah terhadap mata uang negara lainnya. 

Terjadinya shutdown menyebabkan prospek pemulihan ekonomi AS bisa terganggu. Dalam posisi ini justru Rupiah akan diuntungkan. IHSG pun masih tetap positif diangka 6.490-6.500, didorong oleh sentimen investor dalam negeri terhadap prospek pemulihan ekonomi Indonesia.

"Peristiwa shutdown pernah terjadi tahun 1995-1996 dan tahun 2013. Saat itu kurs rupiah hampir tidak terpengaruh oleh shutdown di AS," katanya.

Lebih lanjut dirinya mengatakan karena sifatnya lebih temporer atau jangka pendek, kira-kira berlangsung dalam waktu 2 minggu. Dalam konteks persiapan menghadapi rencana shutdown saat ini, cadangan devisa Indonesia masih cukup untuk stabilisasi kurs. 

Angka terakhir bulan desember 2017 cadangan devisa berada di posisi 130 miliar dolar. Sebagai safety net atau jaring pengaman terhadap gejolak eksternal, cadangan devisa harus terus ditingkatkan nilai maupun kualitasnya dengan mendorong devisa ekspor nonmigas serta devisa pariwisata. 

Untuk itu, ungkap Bhima, Bank Indonesia juga perlu terus memantau resiliensi atau ketahanan fundamental ekonomi terhadap tekanan global. Namun, yang perlu dikhawatirkan memang shutdown saat ini akan berlangsung dalam jangka panjang lebih dari 2 minggu. 

Dengan pertumbuhan ekonomi AS pada  2017 tercatat sebesar 3,2% pada kuartal III 2017, atau tercepat dalam 3 tahun terakhir rencana shutdown akan menurunkan prospek ekonomi AS. 

Secara spesifik jika shutdown berlangsung cukup lama, kinerja perdagangan Indonesia ke AS berpotensi terganggu, sehingga kinerja ekspor Indonesia sepanjang 2018 berpotensi menurun. Berdasarkan data BPS di tahun 2017, porsi ekspor Indonesia ke AS mencapai 11,2% dari total ekspor atau senilai US$17,1 miliar. 

"Pemerintah didesak untuk mempersiapkan mitigasi risiko, salah satunya dengan memperluas pasar ekspor ke negara alternatif sehingga ketergantungan terhadap AS berkurang," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Gito Adiputro Wiratno
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: