Kepala Ekonom Bank Danamon Anton Hendranata menilai ekonomi Indonesia bisa tumbuh jauh lebih tinggi dibandingkan saat ini yang masih di kisaran lima persen apabila investasi digenjot.
"Bisa tidak Indonesia tumbuh 6 sampai 7 persen? Bisa, asal struktur perekonomiannya diubah. Investasi harus digenjot," kata Anton saat diskusi dengan awak media di Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Anton menuturkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak lama sangat bergantung pada konsumsi rutah Tangga (RT) yang berkontribusi hingga 50-60 persen dari PDB. Namun, sejak 2011 kontribusi investasi mulai menyamai kontribusi konsumsi RT.
Pada 2011, kontribusi investasi mencapai 2,7 persen sedangkan kontribusi konsumsi RT mencapai 2,8 persen. Begitu pula pada 2012, kontribusi investasi mencapai 2,9 persen sedangkan kontribusi konsumsi RT mencapai 3 persen.
Namun, pada 2013 kontribusi investasi turun cukup signifikan di kisaran 1,4-1,6 persen pada 2014 sampai 2016. Pada triwulan I dan II 2017 kontribusi investasi masing-masing 1,5 persen dan 1,7 persen. Sedangkan pada triwulan III kontribusi investasi kembali meningkat menjadi 2,3 persen.
"Jadi jawabannya investasi harus digenjot. Pertanyaannya, kita siap tidak? Infrastrukturnya, regulasinya, kepastian hukumnya seperti apa. Kalau itu tidak 'improve', 'potential output' Indonesia bisa-bisa di 5 atau 5,5 persen," kata Anton.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 2014 berkutat di kisaran 5 persen. Pada 2014 ekonomi tumbuh 5,01 persen, lalu turun pada 2015 menjadi 4,88 persen dan meningkat kembali menjadi 5,02 persen pada 2016.
Sementara itu, pada triwulan I dan II 2017 pertumbuhan ekonomi tumbuh 5,01 persen, lalu sedikit meningkat pada triwulan III menjadi 5,06 persen. Anton memprediksi pertumbuhan ekonomi sepanjang 2017 akan mencapai 5,04 persen.
"Kalau 'potential output' kita hanya tumbuh 5 atau 5,5 persen saja, itu musibah nasional. Makanya struktur ekonomi ini harus diubah. Infrastruktur harus dibangun secara konsisten," ujar Anton.
Kendati proyek infrastruktur dampaknya baru terasa dalam jangka menengah panjang, Anton juga mengingatkan pemerintah untuk juga tetap memikirkan program-program jangka pendek terutama terkait daya beli masyarakat.
"Pemerintah harus hati-hati. Jangan pikir jangka menengah panjang saja, tapi juga jangka pendek seperti soal daya beli harusnya dibantu pemerintah supaya tidak turun. Makanya pada 2018 pemerintah sangat 'concern' ke masyarakat bawah," kata Anton.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: