Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

OJK: Regulasi Lemah, Fintech Bisa Alami Krisis

OJK: Regulasi Lemah, Fintech Bisa Alami Krisis Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Grup Inovasi Keuangan Digital dan Pengembangan Keuangan Mikro OJK Fithri Hadi melihat fintech (teknologi finansial) merupakan momentum untuk membantu inklusi keuangan, mengingat Indonesia sudah lama bermasalah dengan inklusi keuangan.

"Financing gap terjadi di banyak daerah mengingat Indonesia memiliki wilayah geografis yang besar dan terdiri dari ribuan pulau. Lembaga keuangan yang lama masih terkonsentrasi di Jawa dan sekitarnya," kata Fithri dalam perbincangan bisnis yang digelar Radio Pas FM di Hotel Ibis, Jakarta, belum lama ini.

Menurutnya, fintech menjadi momentum untuk meningkatkan akses keuangan yang produktif bagi masyarakat. Jika memungkinkan OJK akan membina fintech yang potensial dan produktif.

"Industri fintech ini merupakan industri yang memiliki banyak regulasi. Jika terlalu lemah bisa menjadi krisis, namun bila terlalu ketat tidak akan dapat berkembang sehingga harus mencari titik tengah melalui media dialog," tegasnya.

Saat ini OJK sudah memilik regulatory sandbox. Regulatory sandbox ini bisa dikatakan area coba-coba, dimana di area ini nanti diharapkan akan menemukan format pengaturan supervisi yang lebih pas untuk Indonesia, melalui proses bangun tumbuh, yang tentunya membutuhkan waktu untuk menemukan format yang seimbang untuk semua pihak.

"Saat ini pihaknya sudah melakukan draf pengaturan yang mudah-mudahan di bulan Mei akan keluar regulasi mengenai sandbox," imbuhnya.

Sementara itu, Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Susiati Dewi menjelaskan fintech dibagi menjadi empat kategori yaitu payment/kliring/settlement, market provision, kredit/modal, dan investment/risk management.

"Bank Indonesia sebagai otoritas di bidang sistem pembayaran maka semua fintech yang menyelenggarakan layanan payment/kliring/settlement menjadi ranah Bank Indonesia untuk masuk ke sana, seperti memfasilitasi dan menerbitkan aturan," imbuhnya.

Menurut Susiati, umumnya pemain fintech datang dengan kombinasi lebih dari dua jasa layanan sistem layanan sistem pembayaran, seperti inovatif di bidang payment gateway, tetapi ada tambahan juga menangani semacam e-wallet atau mungkin berencana menerbitkan uang eletronik.

"Bagi Bank Indonesia inovasi harus dikawal dari awal dengan harapan akan muncul pemain fintech yang andal yang mungkin bisa merambah ke tingkat dunia," katanya.

Partner Law Firm Hanafiah Ponggawa and Partners, Erwin Kurnia Winenda menilai adanya aturan OJK terkait fintech membuat pihaknya memiliki dasar yang pasti saat memberikan opini ke pengguna.

"Saat ini yang menjadi pertanyaan adalah perusahaan fintech yang bergerak di peer to peer (P2P) dan belum melakukan pendaftaran harus masuk ke sandbox OJK atau sandbox Bank Indonesia, mengingat ada kemungkinan adanya irisan," ucapnya.

Karena itu, Erwin Kurnia mengusulkan apa tidak lebih sandbox-nya cuma satu saja yang merupakan koordinasi antara OJK dan Bank Indonesia.

"Teknologi menciptakan berbagai inovasi di bidang finansial, seperti robo advisor ataupun insurance technology. Namun, para pemain seharusnya menguasai terlebih dahulu aturan dasar yang sudah ada agar dapat mendukung inklusi keuangan di Indonesia," tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Dina Kusumaningrum
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: