Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lahan Minim, Realisasi Wajib Tanam Bawang Putih Sulit Capai Target

Lahan Minim, Realisasi Wajib Tanam Bawang Putih Sulit Capai Target Kredit Foto: Antara/Anis Efizudin
Warta Ekonomi, Jakarta -

Data Direktorat Jenderal (Ditjen) Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), menyebutkan kewajiban tanam Bawang Putih para importir dari Juli tahun 2017 hingga 2018 sebesar 4,75 ribu hektare batal terealisasi. Hal ini terlihat dari data realisasi tanam per 16 Juli 2018 baru terealisasi mencapai 27,96% dari volume Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) sebesar 570,05 ribu ton.

Pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menilai, Spesifikasi tanah di Indonesia tidak banyak yang cocok untuk ditumbuhi bawang putih.

“Kalaupun ada, sudah penuh sesak dengan komoditas lain, seperti kentang atau wortel,” kata Adreas dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Jumat (20/4/2018).

Dwi Andreas berpandangan, di atas kertas semuanya memang tampak baik. Namun, luasan lahan yang tampak mentereng tersebut justru jauh dari kata cocok untuk lahan bawang putih.

Padahal, lanjutnya, berdasarkan data Kementan sendiri, jumlah lahan potensial yang ada di Pulau Jawa dan Sumatera hanya mencapai 176,64 ribu hektare. "Itu sudah termasuk yang telah ditanami berbagai komoditas lain. Untuk lahan yang masih kosong, angkanya jauh lebih kecil, bertengger di 56,44 ribu hektare," ujarnya.

Pendeknya, lahan potensial yang diklaim oleh Kementan sebagai lahan yang cocok untuk bawang putih nyatanya memang kebanyakan berada di kawasan timur Indonesia. Bahkan lahan potensial terbesar tercatat berada di Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), yang berbatasan langsung dengan Timor Leste.

"Untuk penanaman di Timor Tengah Selatan sendiri pun hampir dipastikan mustahil. Siapa yang mau beli di sana? Nanti kasusnya kayak jeruk di Kalimantan pas zaman Pak Harto. Tanam besar-besaran, nggak ada yang beli, akhirnya malah kebuang,” tandasnya. 

Sementara itu, Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus, mengatakan keterbatasan lahan pertanian pula yang selama ini membuat impor kerap menjadi pilihan terpaksa. 

"Alasan keterbatasan lahan ini pulalah yang membuat ekstensifikasi untuk berbagai komoditas hampir mustahil dilakukan." katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Vicky Fadil
Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: