Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bersih-Bersih NPL Ala Bank Mandiri

Bersih-Bersih NPL Ala Bank Mandiri Kredit Foto: Warta Ekonomi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kartika Wirjoatmodjo geregetan habis ketika tahu ada perusahaan air minum, seperti PT Tirta Amarta Bottling Company (TAB), nekat ngerjain Bank Mandiri Cabang Bandung hingga berpotensi merugikan Rp1,4 triliun. Sebagai debitur Perseroan, PT TAB yang bergerak di bidang bisnis air mineral kemasan merek Viro ini memasukkan dokumen berupa piutang fiktif plus penggelembungan nilai aset ketika mengajukan perpanjangan fasilitas kredit modal kerja, kredit investasi, dan letter of credit (LC) pada medio 2015. Walhasil, pembayaran kredit itu pun mulai tersendat pada 2016.

Fraud pada kasus PT TAB ini sudah kebangetan,” ujar Kartika Wirjoatmodjo, CEO Bank Mandiri. Masalah kredit macet PT TAB ini sudah ditangani oleh Kejaksaan Agung dan menetapkan CEO PT TAB, Rony Teddy, dan tiga pejabat Perseroan sebagai tersangka. PT TAB barulah satu dari 18 debitur perusahaan dengan kualitas kredit masuk kategori macet (Kolektibilitas 5) yang kini sedang ditangani Kejaksaan Agung dan berpotensi merugikan Bank Mandiri senilai Rp7,6 triliun.

Gara-gara kredit macet itulah, laba perseroan pada 2016 anjlok menjadi Rp13,8 triliun atau susut sebesar 32,1% dibanding perolehan 2015 yang mencatat Rp20,3 triliun. Sumber penurunan laba tadi tentunya karena beban kredit macet atau non-performing loan (NPL). Bayangkan saja, Perseroan mesti menyisihkan dana sebesar Rp24,6 triliun pada 2016 masuk dalam pos pencadangan guna membersihkan kredit macet. Dari krisis NPL inilah Perseroan pun mulai merapikan kembali prosedur dalam pengucuran kredit.

Menurut Tiko—begitu Kartika Wirjoatmodjo biasa disapa—semua kredit macet tadi sejatinya sudah melewati semua tahapan prosedur baku di Perseroan. Itu artinya, secara legal document kredit sudah terpenuhi. Hanya saja atas dokumen-dokumen tersebut belum sepenuhnya dilakukan verifikasi yang tajam. Misalnya, memeriksa kebenaran bukti faktur penjualan, apakah asli atau palsu. Begitu juga atas jaminan aset sesuai dengan harga pasar bukan hasil penggelembungan nilai di luar kewajaran, kebenaran kontrak jual beli. 

Risk management kami masih terlalu prosedural, belum substansial bahwa atas semua dokumen kredit harus dilakukan verifikasi, kami juga berasumsi semua nasabah itu baik adanya,” aku Tiko. Dari sinilah Bank Mandiri melakukan evaluasi dan menyusun langkah-langkah perbaikan prosedur kredit dengan mengimbuh penilaian performance competency, membentuk forum-forum bagi bagian kredit, metodologi terkini untuk melakukan verifikasi, dan perbandingan-perbandingan atas kualitas aset.

Guna menjaga performa keuangan Perseroan tetap positif dan bertumbuh terhadap kredit yang masuk kolektibilitas 2 atau dalam perhatian khusus, Bank Mandiri melakukan restrukturisasi agar bisa lancar kembali. Pada 2017, setidaknya Rp52,1 triliun utang yang telah dilakukan restrukturisasi. Dari pengalaman yang tak mengenakkan ini, Bank Mandiri berkeyakinan akan mencapai pertumbuhan bisnis yang sehat dan berkesinambungan dengan mewaspadai dan mengantisipasi risiko usaha akibat situasi ekonomi domestik maupun global. 

Meski kinerja keuangan Bank Mandiri pada 2016 sempat anjlok, perolehan laba terus melejit. Tahun 2017 membukukan Rp20,6 triliun dan Rp5,9 triliun pada kuartal I-2018. Tiko masih optimis bahwa bisnis Perseroan masih tetap solid. Ini ditandai dengan keberhasilan menurunkan beban suku bunga sebesar 5% secara tahunan, peningkatan dana murah, serta efisiensi operasional yang memangkas rasio biaya atas pendapatan. Semua inilah modal untuk menggiring perseroan bisa menggapai visi menjadi The Best Asean Prominent Bank pada 2020.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Heriyanto Lingga
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: