Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Insentif Bikin Mobil LCGC Beranak Pinak

Insentif Bikin Mobil LCGC Beranak Pinak AMMDES | Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Meski margin profit bikin mobil LCGC itu tipis bagi produsen otomotif, tetapi insentif berupa pembebasan PPnBM jadi daya tarik tersendiri untuk memproduksinya. Kini, banyak produsen otomotif di luar ATPM yang menjajal bikin mobil dengan komponen lokal, seperti Wintor, SMK, dan Ammdes.

Sejak pemerintah mengenalkan insentif berupa pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) bagi low cost green car (LCGC) pada 2013 lalu, segmen ini terus bergairah. Tengok saja pada tahun 2013 lalu, penjualan wholesale mobil LCGC baru sekitar 51.180 unit atau sekitar 4% dari total penjualan kendaraan roda empat. Namun, berangsur melonjak pada tahun-tahun berikutnya sebesar 172.170 unit (14%) pada 2014, 165.434 unit (16%) pada 2015, 235.171 unit (22,12%) pada 2016, dan 234.554 unit (22,17%) pada 2017. Sejak diluncurkan pada pertengahan 2013 hingga 2017, pertumbuhan penjualan mobil murah ini rata-rata 66% per tahun.

Tidak hanya laku di pasar domestik, mobil LCGC produksi Indonesia juga diekspor ke beberapa negara, salah satunya Filipina. Dari sekitar 250 ribu unit mobil yang diekspor, pangsa LCGC baru sekitar 16%, masih di bawah target sebesar 30%. Seiring dengan produk yang makin kompetitif dan tercapainya skala ekonomi, industri komponen LCGC pun berkembang. Saat ini, tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) LCGC melampaui 90%, di atas target pemerintah sebesar 84%. Program LCGC telah menarik investasi komponen lebih dari US$3,5 miliar dari 100-an perusahaan serta melibatkan lebih dari 80 ribu tenaga kerja.

Meski kerap diinterpretasikan sebagai mobil murah, namun bukan berarti produknya asal-asalan dan murahan. Mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian No. 33/M-IND/ PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau, setidaknya ada 4 hal yang harus dipenuhi agen tunggal pemegang merek (ATPM) yang ingin memperoleh fasilitas perpajakan atau insentif program LCGC.

Persyaratan itu adalah, pertama, setiap ATPM wajib memberikan hasil uji konsumsi bahan bakar, uji ketentuan teknis, bukti visual penggunaan tambahan merek Indonesia, termasuk model dan logo yang mencerminkan Indonesia. Kedua, setiap perusahaan wajib memberikan data dan bukti realisasi investasi, manufaktur motor penggerak (mesin), transmisi, dan axle, termasuk rencana menggunakan komponen lain dari pasokan lokal. Lalu yang ketiga, pemberian surat pernyataan bermaterai berisi harga jual produk LCGC ke konsumen sesuai ketentuan yang berlaku. Keempat, seluruh ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan sebelumnya wajib lolos verifikasi oleh lembaga surveyor independen.

Adapun konsumsi bahan bakar LCGC ditentukan minimal 20 km/ liter untuk motor bakar cetus api kapasitas isi silinder 980-1200 cc, dan 1500 cc untuk diesel. Jenis BBM harus memenuhi spesifikasi minimal research octane number (RON) 92 untuk motor bakar cetus api dan cetane number (CN) 51 untuk diesel. Ketentuan teknis lainnya berupa radius putar (turning radius) sebesar 4,6 meter dan jarak terendah dari permukaan tanah (ground clearance) serta besaran harga jual mobil LCGC paling tinggi Rp95 juta. Biasanya, semakin kecil mobil berarti radius putarnya semakin kecil juga. 

Program LCGC sejatinya memang ditujukan untuk mengembangkan kemandirian industri otomotif nasional. Utamanya, industri komponen kendaraan bermotor roda empat agar mampu menciptakan motor penggerak, transmisi, dan axle yang berdaya saing. Bisa dilihat, kehadiran mobil LCGC diterima di pasar. Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), segmen ini tengah menjadi segmen terbesar kedua setelah segmen low multi purpose vehicle (LMPV). 

Selain untuk membangun kemandirian lokal, ada beberapa hal yang melatari kehadiran LCGC. Mulai dari peningkatan pasar, proteksi pasar domestik dari gempuran Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) lewat kemandirian lokal tadi, hingga menyediakan kebutuhan kendaraan dengan harga terjangkau kepada masyarakat. Di waktu itu, daya beli mobil masyarakat banyak di kisaran Rp100 juta.

Ammdes Siap Mengaspal Tidak Hanya di Pedesaan

“Kapan ini diluncurkan? Segera produksi. Apa yang bisa pemerintah bantu?" Penggalan ucapan Presiden Joko Widodo saat berada di balik kemudi Ammdes tersebut mengisyaratkan keinginan yang besar terhadap kemandirian industri otomotif Indonesia.

Ammdes, alat mekanisme multiguna pedesaan digadang-gadang menjadi mobil pertama yang diproduksi hampir seluruhnya secara lokal baik dari sisi mesin, komponen, maupun desain. Dikatakan, kandungan lokalnya sekitar 68%, berkat kerja sama dengan 70 vendor industri kecil dan menengah (IKM) penyuplai komponen binaan Astra dan PIKKO.

Mobil yang memiliki kubikasi mesin 550 cc dan menghasilkan tenaga 14 daya kuda serta kecepatan maksimum 40—50 km/jam ini dikembangkan untuk beragam fungsi, mulai dari mobil bak dan dump truck ringan yang dilengkapi penggerak hidrolik, mobil penumpang biasa, kendaraan flat deck alias bak rata, mobil pick up, hingga kendaraan yang bisa diintegrasikan dengan alat pertanian seperti penggiling padi. Rencananya akan diluncurkan pada Agustus mendatang dengan harga di kisaran Rp60 jutaan saja.

Menurut Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Harjanto, nantinya produk multiguna ini akan menggunakan SNI, STNK, dan terdaftar resmi sebagai kendaraan yang dapat digunakan sehari-hari. Ammdes juga akan dilengkapi dengan kelengkapan seperti spion, lampu sein, dan stop lamp sehingga laik digunakan di jalan raya. Izinya sedang dimintakan ke Kementerian Perindustrian.

PT Kiat Mahesa Wintor Indonesia, produsen motor ini rencananya akan membuka pabrik di Klaten dan Cikarang. Demi menjaga keberlanjutannya ke depan, pemerintah pun menyiapkan sejumlah skema insentif. Salah satunya PPnBM 0% sebagaimana yang berlaku di low cost green car (LCGC). Selain itu, diupayakan agar perusahaan yang melakukan rancang bangun dan rekayasa di dalam negeri dapat diberikan tax holiday selama 10 tahun untuk PPh Badan serta Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) rendah untuk seluruh Indonesia.

Lalu, pembebasan bea masuk permesinan pendukung program tersebut sampai dengan pemberian fasilitas investasi. Fasilitas lain, termasuk training inkubator aftersales, desain lini produksi, standardisasi perakitan, purwarupa jig dan fixture hingga Hak Kekayaan Intelektual design engineering. Terkait ketersediaan bahan baku, akan melibatkan perusahaan baja milik negara, yakni Krakatau Steel dan Inalum.

Purwarupa Ammdes yang ditunggangi Presiden Joko Widodo sendiri terwujud atas integrasi seluruh komponen lokal yang ada. Ceritanya, Presiden akhir tahun lalu menargetkan kepada Kementerian Perindustrian agar Ammdes bisa diproduksi dalam waktu 3 bulan. Namun, kementerian menyanggupinya dalam waktu 8 bulan. Segala jurus pun dilakukan. Kementerian mengajak Sukiat, pendiri PT Kiat Mahesa Wintor Indonesia untuk merakit Ammdes seorang diri. 

Namun karena Sukiat tidak menyanggupi, akhirnya turut digandeng perusahaan-perusahaan swasta lain, seperti Velasto Indonesia (anak usaha PT Astra Otoparts). Namun, mereka tetap tidak menyanggupi. Alhasil, produk Wintor yang ada dikembangkan sedemikian rupa, digunakanlah fasilitas assembling dan komponen yang sudah ada, tetapi didesain ulang termasuk penggunaan suspense yang lebih baik. Lahirlah Ammdes yang bisa disuguhkan ke Presiden dalam waktu 4 bulan sejak perintah itu diterima. Ke depan, Ammdes diharapkan menjadi mobil yang laik guna dengan kemampuan off road-nya dan menjadi cikal bakal BMW-nya Eropa. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: