Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Indonesia memiliki 295 sumber gempa patahan aktif. Akibatnya potensi terjadi gempa sangat besar, namun sayangnya tidak ada satu teknologi pun yang mampu memprediksi kapan terjadinya gempa bumi.
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono mengatakan, akibat sejumlah patahan aktif itu, saat gempa terjadi banyak korban jiwa berjatuhan, serta berbagai macam bangunan dan infrastruktur porak poranda seperti yang terjadi di Palu dan Lombok belum lama ini.
"Jadi kita harus hidup harmoni dengan alam, kita harus siap menghadapi ancaman bencana. Sebab kita punya 295 sesar aktif atau patahan, semua harus kita siapkan menghadapi bencana yang bisa terjadi sewaktu-waktu," kata dia dalam siaran pers, Rabu (17/10/2018).
Daryono menambahkan, di tengah ancaman gempa bumi yang beruntun, masih ada sejumlah permasalahan serius yang harus dituntaskan ke depan. Salah satunya, banyaknya bangunan rumah tinggal yang tidak menerapkan konsep bangunan tahan gempa. Akibatnya, saat gempa terjadi rumah roboh dan menimpa penghuninya, sehingga menimbulkan korban jiwa.
Parahnya lagi, lanjut Daryono, gempa bumi biasanya diikuti oleh bencana susulan seperti tsunami, kebakaran, tanah longsor, sehingga menimbulkan lebih banyak korban jiwa. Khusus di Palu, bencana susulan tidak hanya berupa tsunami, namun juga likuifaksi. Hal ini lah yang membuat bencana di Palu menjadi salah satu bencana terbesar yang terjadi di Indonesia dengan korban meninggal dunia hingga ribuan orang.
"Sejarah gempa di Indonesia itu terlalu banyak. Pelajarannya, banyak bangunan yang tidak punya besi tulangan, sehingga ketika gempa terjadi rumah dan bangunan itu menjadi pembunuh utama bagi pemiliknya," pungkas dia.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Konstruksi Berkelanjutan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Brawijaya menyatakan, kendala dalam penanganan bencana, terutama di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng), yakni koordinasi pengamanan barang yang masih memerlukan penguatan.
Oleh sebab itu, dia berharap Polri dapat membantu menangani masalah pengamanan barang. Polri pun diminta mengawal seluruh proses rehabilitasi pascabencana di Sulteng agar berjalan dengan lancar.
"Contohnya saat dilakukan penambangan pasir untuk kebutuhan pembangunan Risha, harus ada pengawalan yang ketat dari Polri agar material yang diangkut tetap dalam kondisi aman termasuk pengamanan terhadap para pekerjanya," pungkas Brawijaya.
Selain itu, Kadiv Humas Polri, Setyo Wasisto mengatakan penanganan bencana di Lombok yang berkekuatan sekitar 7 skala richter (SR) belum selesai tetapi, Indonesia kembali diguncang gempa kekuatan 7,4 SR kali ini di Palu.
"Jadi gempa ini lebih besar dari Lombok," katanya di acara Forum Promoter Sinergi Sistem Mitigasi Dalam Upaya Meminimalisasi Dampak Bencana Alam.
Lanjut, Setyo bahwa dalam penanganan bencana di Lombok ataupun di Palu sempat terjadi caos kecil karena tidak meratanya bantuan paska bencana yang terjadi terutama di Palu. Hal ini karena banyaknya infrastruktur yang rusak, korban berjatuhan dan juga pasokan BBM dan listrik juga mati. Sementara di saat seperti ini, masyarakat yang selamat dari bencana sangat berharap kebutuhan dasarnya terpenuhi.
"Saat bencana terjadi sinergi sistem yang belum maskimal akibatkan penanganan korban tidak cepat, kurangnya alat berat atau tidak tersedia alat berat yang mengharuskan mendatangkan dari berbagai daerah sehingga membuat lambat evakuasi. Bahkan penjarahan terjadi karena tidak meratanya penyaluran bantuan. Ini terjadi karena koordinasi tidak lancar akibat lumpuhnya jalur telekomunikasi," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti