Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bendera HTI Dibakar, Salah atau Benar? Begini Komentar Jimly

Bendera HTI Dibakar, Salah atau Benar? Begini Komentar Jimly Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie (kanan) bersama Wasekjen Bimo Sasongko (kiri) memberikan keterangan kepada wartawan mengenai sikap ICMI Terhadap Fenomena Aktual Terkini di Kantor ICMI, Jakarta, Rabu (9/8). Juga sikap terhadap beberapa masalah bangsa seperti pembubaran HTI, Polemik UU Pemilu, dan permasalahan lainya. | Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie mengatakan aksi pembakaran bendera oleh Banser NU dengan alasan bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan bukti bahwa budaya politik di negara ini belum matang.

"Tidak usah terlalu dipandang serius. Itu kan bagian dari budaya politik kita yang belum matang," kata Jimly di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Kamis, sebagaimana dikutip dari siaran pers.

Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, perdebatan soal bendera yang dibakar itu terkait ormas tertentu.

"Bukan itu masalahnya, ini kan punya makna simbolik. Sama saja kayak misalnya palu arit, apakah otomatis sama dengan PKI? Ya sudah, zaman kayak begini masih tersinggung dengan palu arit. Jadi, ini soal kedewasaan politik kita yang belum matang," katanya.

Menurut dia HTI sudah dibubarkan, organisasinya sudah dinyatakan terlarang, tapi orangnya tidak boleh dipersekusi sebagaimana dulu dialami bekas anggota PKI. Bekas anggota HTI juga tidak boleh dikriminalisasi. Ia lantas mencontohkan simbol palu arit yang tetap terpasang di gedung tertinggi di Universitas Moskow, Rusia.

"Saat saya tanyakan ke rektor Univ Moskow, dia bilang, 'itu warisan sejarah'," pungkasnya.

Partai Komunis di Rusia, kata Jimly juga sudah tidak laku, pemilihnya kebanyak usia 70 tahun ke atas. Namun, partai itu tidak dilarang dan benderanya juga tidak dianggap sebagai aib.

"Di Amerika, Partai Komunis ada, tapi tidak laku. Untuk sampai ke tingkat begitu masih susah kita ini, kita kan masih sumbu pendek," katanya.

Jimly juga menegaskan tidak boleh ada lagi ormas yang mengambil alih fungsi negara. Ia mengatakan dulu FPI melakukan hal seperti itu, sekarang justru Banser.

"Jadi, ini kekonyolan, kiri-kanan sama-sama konyol. Jadi, dua-duanya perlu dididik. Saya rasa, sudahlah, tidak perlu menggembar-gemborkan, mari kita bimbing ke arah yang lebih baik, tidak usah saling salah menyalahkan. Maklumi saja," katanya.

Menurut Jimly, PBNU harus ikut mengambil tanggung jawab membimbing organisasinya agar kejadian serupa tak terulang.

"Dan HTI, 'you' sudah bubar. Kalau mau berpendapat pribadi, ya, monggo silakan, kalau berpendapat misalnya bahwa khilafah itu benar," kata Jimly.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: