Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia, Djoko Wahyudi mengakui, bahwa kebijakan rencana kenaikan tarif pita cukai rokok tahun depan ditumpangi oleh pihak asing agar industri rokok dalam negeri tidak memproduksi rokok.
“Kami meyakini kebijakan akan naiknya tarif pita cukai rokok telah ditumpangi oleh pihak asing. Mereka (asing) selalu melakukan cara apapun untuk menghentikan produksi rokok kita dan para petani tembakau,” tegas Djoko pada Warta Ekonomi usai melakukan aksi damai di depan Kantor Gubernur Jatim di Surabaya, Kamis (1/11/2018).
Menurutnya, dirinya sudah mengetahui dan memiliki fakta terkait rencana-rencana yang dilakukan pihak asing untuk menghentikan produksi rokok lokal maupun petani tembakau dengan berbagai cara termasuk menggandeng beberapa lembaga dan instansi yang pengaruh terhadap masyarakat Indoensia.
“Misi dan visi pihak asing sudah jelas terhadap industri rokok lokal dan tembakau kita. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yakni, rencana kenaikan tarif pita cukai lebih dari 10 persen ini cukup berat bagi industri rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang dikerjakan oleh tenaga manusia,” ujarnya.
Ia menilai, bahwa rencana kenaikan tarif pita cukai rokok tahun depan oleh pemerintah akan berdampak cukup besar khususnya para pekerja / karyawan yang bekerja di industri rokok SKT yakni dengan pengurangan karyawan atau PHK secara besar-besaran yang dilakukan pemiliki perusahaan SKT itu sendiri.
“Jika industri hasil tembakau sudah terbebani oleh kenaikan tarif cukai rokok diatas inflasi sehingga mengalami stagnansi sejak 2014. Bahkan, sejak tahun 2016, industri yang menjadi tumpuan enam juta orang ini telah mengalami penurunan sebesar 1-2 persen. Jika kenaikan tarif cukai terus meninggi di atas inflasi, maka dalam 8 tahun terakhir, banyak pekerja rokok yang terpaksa dirumahkan atau PHK,” kata Djoko.
Djoko menyebutkan dari PP FSP RTMM-SPSI, pada 2010 lalu, jumlah pekerja yang tergabung dalam organisasinya sebanyak 235.240. Lima tahun kemudian atau pada 2015, jumlah anggotanya turun menjadi 209.320 orang. Penurunan terus terjadi pada 2017 lalu, yakni menjadi 178.624 orang. Itu artinya, selama 8 tahun terakhir, pekerja rokok yang kehilang pekerjaan sebanyak 56.616 orang.
“Kalau penurunan karyawan setiap tahunnya tinggi tentunya jumlah pengangguran kian meningkat. Kalau sudah meningkat jumlah pengangguran tentunya pemerintah memiliki pekerjaan rumah (PR) besar untuk mengatasi masalah tersebut,” sambung Djoko.
Sementara itu Sekretaris Daerah Provinsi Jatim, Heru Tjahjono akan menampung aspirasi perwakilan buruh linting rokok di Kantor Gubernur Jatim di Surabaya, Kamis (1/11/2018) sore.
Beberapa aspirasi disampaikan para buruh linting rokok diantaranya menolak kebijakan kenaikan harga cukai rokok yang dikemukakan pemerintah pusat.
“Kami akan segera menyusun rekomendasi untuk dilaporkan kepada Gubernur Jatim Soekarwo yang ditujukan kepada pemerintah pusat nantinya,” ujar Heru.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: