Tingkatkan Produksi Susu dalam Negeri, Kemenkop-UKM Rumuskan Kemitraan Strategis
Kementerian Koperasi dan UKM tengah menggodog kemitraan strategis dengan berbagai pihak terkait pemenuhan susu dalam negeri. Pola kemitraan yang tepat bisa mewujudkan program Presiden Jokowi dalam pemerataan kesejahteraan rakyat.
Bagaimana pola kemitraan yang ideal itu lah yang dibahas dalam Focus Group Discussion bertajuk 'Membangun Kemitraan Strategis Bagi Para Pelaku Industri Persusuan Nasional untuk Mewujudkan Kesejahteraan Bersama' di Bogor, Rabu (21/11/2018).
Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM, Abdul Kadir Damanik, saat memberikan pengantar diskusi mengatakan, susu merupakan komoditas pangan penting bagi pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat Indonesia.
Sayangnya, konsumsi susu masyarakat Indonesia masih rendah, di bawah 20% dari batas ideal yang ditetapkan WHO. Persoalannya, untuk memenuhi susu yang tingkat konsumsinya rendah saja, Indonesia harus mengimpor.
"Kebutuhan susu nasional yang masih rendah ini pun belum mampu dipenuh oleh industri peternakan sapi perah. Persoalannya sangat beragam, mulai dari produktivitas susu sapi rendah, pemilihan sapi perah di bawah skala ekonomis, serta neraca susu nasional yang tidak berimbang," urainya.
Maka tidak heran, jika tingkat konsumsi susu nasional sekitar 16,62 kg per kapita per tahun. Angka ini termasuk yang terendah di Asia Pasifik, masih jauh di bawah negara Asean lain. Bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 36,2 kg per kapita per tahun, Myanmar 26,7 kg per kapita per tahun, Thailand 22,2 kg per kapita per tahun, atau Filipina 17,8 kg per kapita per tahun.
"Jadi, diharapkan dari diskusi ini didapatkan pola kemitraan yang tepat antarpelaku usaha di bidang persusuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan peternak, dan menjadi solusi atas persoalan persusuan Indonesia," ujarnya.
Damanik menegaskan, kemitraan dengan industri merupakan pintu masuk bagi peternak dalam negeri untuk menuju modernisasi cara beternak. Dengan adanya program kemitraan antara IPS dengan koperasi atau kelompok peternak ini diharapkan dapat meningkatkan semangat wirausaha peternak.
Semangat ini yang pada gilirannya dapat mendorong produktivitas susu dalam negeri, meningkatkan kesejahteraan peternak, terpenuhi bahan baku industri pengolahan susu dan konsumsi susu segar, serta dapat menjamin standardisasi susu sesuai SNI.
Saat ini, karena ketersediaan Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) masih rendah, maka dari 60 lebih Industri Pengolahan Susu (IPS), hanya 14 perusahaan yang baru menyerap SSDN, baik melalui integrasi pabrik dengan peternakan mandiri atau melakukan kemitraan dengan koperasi dan atau peternak.
Ia mengatakan, Kementerian Koperasi dan UKM sebenarnya sudah melakukan terobosan terkait peningkatan produksi susu lokal. Salah satunya dengan menjadikan Koperasi Serba Usaha (KSU) Karya Nugraha Jaya (KNJ), yang berlokasi di Desa Cipari, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, sebagai role model.
Koperasi ini mampu memproduksi susu sebesar 35 ribu liter per hari, 90% diserap industri susu besar atau IPS. Sisanya, 10% diserap eceran oleh industri kecil olahan makanan dan minuman yang ada di wilayah Cigugur.
"Ini on progress, tapi kami mau tingkatkan skala produksinya, mau kami perbesar. Nah, untuk mewujudkan hal ini juga harus ada kemitraan karena pastinya butuh bibit sapi, butuh lahan pengembangan sapi, butuh pakan, juga bagaimana mengolah kotoran sapi," tandasnya.
Ketua Dewan Persusuan Nasional, Teguh Boediyana yang menjadi moderator diskusi, mengungkapkan, kondisi koperasi yang bergerak di sektor usaha pengolahan susu sapi memasuki masa suram dan stagnan.
Dari total jumlah koperasi susu di wilayah Pulau Jawa sebanyak 96 koperasi, kini hanya tinggal 57 koperasi susu (Jabar 15, Jateng 14, Jatim 28). Angka ini jauh menurun dibandingkan pada 1990an yang mencapai 230 lebih unit koperasi.
"Kemampuan produksi susu segar dalam negeri diprediksi hanya mampu memenuhi 10% dari kebutuhan nasional. Kalau ini tidak segera diatasi, impor kita akan semakin besar bisa sampai 90%," tandasnya.
Teguh mengatakan, pemerintah perlu mendorong IPS agar mau memanfaatkan produksi susu segar dalam negeri. Salah satunya melalui kemitraan dengan peternak sapi perah lokal. Kalau perlu, IPS dalam menyerap susu harus dipaksa agar mau bermitra.
Menurutnya, kecilnya produksi susu peternak lokal akibat tidak adanya kewajiban industri untuk menyerap produksi susu lokal. Kondisi ini yang menjadi penyebab kemunduran sektor peternakan sapi perah di Indonesia.
Dulu, saat masa Orde Baru, Pemerintah Indonesia mewajibkan industri pengolahan susu menyerap produksi peternak sapi perah lokal. Kewajiban ini lah yang membuat bisnis persusuan di Indonesia kala itu bergairah. Produksi peternak sapi lokal bahkan mampu memenuhi hingga 50% kebutuhan susu nasional.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ning Rahayu
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: