Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendorong percepatan program revitalisasi pabrik-pabrik gula yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara Grup dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero). Percepatan ini dinilai perlu dilakukan demi meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan gula dalam negeri.
Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN, Wahyu Kuncoro mengatakan, revitalisasi yang dilakukan, meliputi peningkatan efisiensi, kapasitas giling, perbaikan kualitas gula, hingga hilirisasi produk. Hal tersebut dinilai penting guna mendukung program ketahanan pangan dan swasembada gula nasional yang dicanangkan pemerintah.
"Langkah tersebut akan memangkas biaya produksi gula BUMN, sehingga gula dapat dijual dengan harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat. Namun tanpa mengesampingkan upaya peningkatan kesejahteraan petani, mitra, karyawan, maupun keuntungan perusahaan negara," kata Wahyu berdasar keterangan resminya di Jakarta.
Wahyu menerangkan, produksi gula BUMN hingga saat ini tercatat sekitar 1,16 juta ton, terdiri dari produksi gula PTPN Group sebanyak 856 ribu ton, PT RNI 271 ribu ton, dan PT Gendhis Multi Manis (GMM) sebesar 35,5 ribu ton. Gula tersebut masing-masing dihasilkan dari area tebu yang tertebang seluas 224 ribu hektare, terdiri dari 172 ribu hektare area tebu PTPN Group, 46,2 ribu hektare area RNI, dan 5,5 ribu hektare lahan GMM.
"Produksi gula BUMN tahun ini diproyeksikan sebanyak 1,19 juta ton atau meningkat dibanding tahun lalu yang hanya 1,16 juta ton. Dalam lima tahun ke depan, sesuai dengan roadmap gula BUMN, produksi gula BUMN diproyeksikan dapat meningkat menjadi 3,2 juta ton," terang dia.
Beberapa pabrik gula PTPN Group pun tengah ditransformasikan proses produksinya dari sulfitasi menjadi Defikasi Remelt Karbonatasi. Kemudian, kapasitas lima pabrik juga telah ditingkatkan dari semula 20 ribu ton tebu per hari (TCD) menjadi 32 ribu TCD. Ada peningkatan kapasitas sebesar 12 ribu ton.
Selain itu, untuk memperbaiki permodalan dan memaksimalkan potensi bisnis, PTPN Group tengah mengembangkan hilirisasi produk tebu menjadi Bioethanol. Di mana PTPN X mulai 2019 akan mengkonversi fuel grade Bioethanol menjadi Extra Neutral Alcohol (ENA) atau industrial grade Bioethanol berkapasitas 100 Kiloliter per Day (KLPD) dan fermentasi ampas tebu atau fermented bagasse pellet yang dapat digunakan sebagai bahan bakar, sebesar 3 juta ton per hari. Begitu pun dengan PTPN XI, akan merevitalisasi pabrik etanol teknis dengan kapasitas 15 KLPD menjadi industrial grade Bioethanol dengan kapasitas 100 Kiloliter per hari.
"Inovasi produk turunan tebu tersebut dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk, meningkatkan daya saing di kawasan Asean, meningkatkan kinerja keuangan hingga kontribusi pada pendapatan negara," ujar Wahyu.
Tidak hanya itu, sebagai BUMN, PTPN memiliki peranan dalam menjalin kemitraan dengan petani tebu sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup para petani. Hingga saat ini, pabrik gula BUMN menjadi pionir dalam membangun kemitraan yang ideal dengan petani tebu. Sekitar 90% pabrik gula BUMN di Jawa menggiling tebu petani dengan mekanisme bagi hasil.
Executive Vice President Holding PTPN Aris Toharisman menambahkan, pola-pola perbaikan hubungan kemitraan terus dilakukan perseroan, baik dalam penyediaan sarana produksi dan panen serta dukungan pendanaan lewat Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
"Bahkan, PTPN Group dan RNI juga telah bersinergi dengan Perum Bulog, di mana pada musim giling 2018 menyalurkan penjualan gula tani ke Bulog dengan harga Rp9.700 per kikogram," ujar Aris.
Ia menerangkan, dalam kurun 2016-2019 investasi pabrik gula BUMN mencapai Rp4,7 triliun. Beberapa pabrik bisa menghasilkan gula kualitas premium yang memenuhi standar industri makanan dan minuman. Sementara pabrik-pabrik yang berkapasitas kecil, berada di perkotaan dan pemukiman padat, serta kesulitan pasokan tebu, dialihfungsikan untuk sentra komersial lain seperti agrowisata dan properti.
Pabrik gula BUMN selalu menempati ranking rendemen (kandungan gula) tertinggi. Pada 2017, 7 dari 10 pabrik dengan rendemen tertinggi adalah yang dikelola BUMN. Rendemen sendiri merefleksikan perpaduan kinerja sektor tanaman dan pabrik.
"Semakin tebu berkualitas dan semakin tinggi efisiensi pabrik, maka rendemen pun semakin besar. Gambaran ini menunjukkan kinerja pabrik gula BUMN relatif baik, bahkan dibandingkan dengan pabrik gula lain yang relatif masih baru," tutup Aris.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rosmayanti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: