Aturan Baru, Peserta BPJS Kesehatan Dikenai Urun Biaya untuk Masuk RS
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengundangkan regulasi soal ketentuan urun dan selisih biaya JKN-KIS, yang ditetapkan untuk menekan potensi penyalahgunaan pelayanan di fasilitas kesehatan. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018.
Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan, dalam aturan tersebut, jenis pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan dalam JKN-KIS tersebut ditetapkan oleh Kemenkes. Penetapannya berdasarkan usulan dari BPJS Kesehatan, organisasi profesi, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan.
"Saat ini urun biaya memang belum diberlakukan karena masih dalam proses pembahasan jenis pelayanan apa saja yang akan dikenakan urun biaya. Tentu usulan itu harus disertai data dan analisis pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya Kemenkes membentuk tim yang terdiri atas pengusul tersebut, serta akademisi dan pihak terkait lainnya untuk melaksanakan kajian, uji publik, dan membuat rekomendasi," ucap Iqbal dalam Diskusi Media di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jumat (18/1/2019).
Iqbal mengatakan, fasilitas kesehatan wajib menginformasikan jenis pelayanan yang dikenai urun biaya dan estimasi besarannya kepada peserta. Ke depan, peserta atau keluarganya harus memberikan persetujuan kesediaan membayar urun biaya sebelum mendapatkan pelayanan. Aturan besaran urun biaya tersebut berbeda antara rawat jalan dengan rawat inap.
"Nantinya untuk rawat jalan, besarannya Rp20.000 untuk setiap kali kunjungan di RS kelas A dan kelas B, Rp10.000 untuk setiap kali kunjungan di RS kelas C, kelas D, dan klinik utama, serta paling tinggi Rp350.000 untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam waktu tiga bulan. Perlu diperhatikan, nominal ini terbilang kecil daripada total biaya pelayanan yang diperoleh peserta," jelas Iqbal.
Sedangkan untuk rawat inap, besaran urun biayanya 10% dari biaya pelayanan, dihitung dari total tarif INA CBG's setiap kali melakukan rawat inap, atau paling tinggi Rp30 juta. Selanjutnya, BPJS Kesehatan akan membayar klaim RS dikurangi besaran urun biaya tersebut. Urun biaya dibayarkan peserta kepada fasilitas kesehatan setelah pelayanan kesehatan diberikan.
"Ketentuan urun biaya ini tidak berlaku bagi peserta JKN-KIS dari segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah," tegas Iqbal.
Pada kesempatan yang sama, Iqbal menerangkan soal aturan bagi peserta yang hendak meningkatkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari haknya, termasuk rawat jalan eksekutif. Iqbal mengatakan, Permenkes tersebut tidak melarang peningkatan hak kelas rawat di rumah sakit. Meski demikian, ada konsekuensi pembayaran selisih biaya yang harus ditanggung peserta JKN-KIS yang bersangkutan.
"Peningkatan kelas perawatan tersebut hanya dapat dilakukan satu tingkat lebih tinggi dari kelas yang menjadi hak kelas peserta. Pembayaran selisih biayanya dapat dilakukan secara mandiri oleh peserta, pemberi kerja, atau melalui asuransi kesehatan tambahan," terang Iqbal.
Lebih lanjut ia menjelaskan, untuk peningkatan kelas rawat inap dari kelas 3 ke kelas 2, dan dari kelas 2 ke kelas 1, maka peserta harus membayar selisih biaya antara tarif INA CBG's antarkelas. Sementara untuk peningkatan kelas rawat inap dari kelas 1 ke kelas di atasnya, seperti VIP, maka peserta harus membayar selisih biaya paling banyak 75% dari tarif INA CBG's kelas 1. Sedangkan untuk rawat jalan, peserta harus membayar biaya paket pelayanan rawat jalan eksekutif paling banyak Rp400.000 untuk setiap episode rawat jalan.
"Sama halnya dengan aturan tentang urun biaya tadi, fasilitas kesehatan juga harus memberi informasi kepada peserta atau keluarganya tentang biaya pelayanan yang ditanggung BPJS Kesehatan dan berapa selisih biaya yang harus ditanggung peserta. Baik peserta atau pun keluarganya harus menyatakan kesediaannya membayar selisih biaya sebelum mendapatkan pelayanan," kata Iqbal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti