Nilai tukar rupiah kembali mendapat tekanan hingga harus kembali berada di klasemen terbawah sebagai mata uang terkuat di dunia. Tak banyak sentimen negatif yang membayangi rupiah, namun sayangnya dolar AS dan mata uang Asia lainnya tak memberi ruang bagi rupiah untuk unjuk kebolehan.
Pada awal pembukaan pasar spot pagi tadi saja, rupiah sudah terdepresiasi 0,25% ke level Rp14.090 per dolar AS. Jelang siang, nilai depresiasi rupiah kian menebal hingga nyaris menembus level Rp14.100.
Baca Juga: Kasihan Dolar AS: Habis Manis Sepah Dibuang
Pada pukul 10.30 WIB, depresiasi rupiah sudah mencapai 35 poin atau 0,25% dan membawa rupiah pada level Rp14.093. Bukan hanya dolar AS, nasib rupiah juga kini suram di hadapan dolar Australia, euro, dan poundsterling karena terdepresiasi masing-masing sebesar 0,45%, 030%, dan 0,32%.
Lalu, bagaimana gerak rupiah di kandangnya sendiri? Jika kemarin rupiah sempat merasakan kejemawaannya karena menjadi mata uang terkuat di Asia, kini hal itu telah sirna. Pasalnya, rupiah nyaris melemah di hadapan seluruh mata uang Asia. Hanya baht yang mampu diungguli rupiah, itu pun tipis hanya sebesar 0,04%.
Rupiah harus kembali tertekan 0,19% terhadap yuan, 0,28% terhadap dolar Hongkong, 0,25% terhadap yen, 0,16% terhadap won, 0.34% terhadap dolar Singapura, dan 0,24% terhadap dolar Taiwan.
Asal tahu saja, kini rupiah hanya bertemankan yuan (-0,05%), won (-0,03%), baht (-0,16%), dan dolar Taiwan (-0,01%) sebagai mata uang Asia yang KO di hadapan dolar AS.
Baca Juga: Nasib Rupiah: karena Nila Setitik, Rusak Susu Sebelanga
Selebihnya, mata juara Asia lainnya berhasil mengungguli dolar AS. Dolar Singapura unggul 0,13% di hadapan dolar AS. Lalu diikuti oleh yen sebesar 0,03% dan dolar Hongkong sebesar 0,02%.
Meskipun demikian, rupiah masih mempunyai sedikit harapan pada upaya damai dagang antara AS-China. Setidaknya, sampai dnegan 01 Maret 2019 mendatang rupiah bisa mempersiapkan diri untuk segala kemungkinan. Pasalnya, jika di tenggat waktu tersebut tidak tercapai kesepakatan antara AS-China soal cukai produk, tak ayal hal itu akan kembali menggoncang perekonomian dunia, termasuk Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih