Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kementan Dorong Hilirisasi Industri Kakao dan Kopi di Sulsel

Kementan Dorong Hilirisasi Industri Kakao dan Kopi di Sulsel Kredit Foto: Kementan
Warta Ekonomi, Makassar -

Salah satu sektor pertanian yang menjadi program strategis Kementerian Pertanian (Kementan) adalah produk olahan perkebunan, juga rempah-rempahan. Kementan melalui Direktorat Jenderal Perkebunan terus mendorong peningkatan produksi melalui program hilirisasi industri, termasuk memberi bantuan bibit, alsintan dan pendampingan bimbingan teknis.

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, mengatakan program peningkatan itu terus digencarkan di Sulsel, utamanya pada produk perkebunan petani di Luwu Raya dan Tana Toraja. Dua daerah itu memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan komoditas tersebut. 

Menteri Amran mengatakan melalui program tersebut, perkebunan seperti kakao dan kopi mampu dikelola secara baik. Itu karena produk yang dijual petani tidak hanya dalam bentuk segar, tetapi juga dalam bentuk olahan yang dapat meningkatkan pendapatan sekaligus kesejahteraan bagi petani. 

"Dengan begitu, diharapkan program ini ada adde value-nya (nilai tambah), bahkan bisa mencapai 1.000 persen," kata Menteri Amran, dalam keterangan persnya. 

Menteri Amran mengimbuhkan produk olahan Indonesia harus lebih baik dari produk negara-negara lain. Ia mencontohkan, jika berkunjung ke Singapura, maka orang akan bangga karena membawa oleh-oleh cokelat Silverqueen. Padahal, kata dia, semua bahan baku pembuatan cokelat tersebut berasal dari Indonesia. Singapura, kata dia, tidak punya bahan baku cokelat satu batang pun.

 Baca Juga: Dorong Komoditas Ekspor Pertanian Indonesia, Kementan Luncurkan Aplikasi I-MACE

"Prosesing di sana harganya sekitar Rp19.000- Rp20.000, jadi naik 2.000%. Added value-nya ada di negara lain, harusnya prosesinya ada di bawah kakao ini. karena ini industri kecil, anggarannya sekitar Rp500 juta sampai Rp1 miliar," katanya.

Menurut dia, semua proses pengolahan ini harus bisa dibalik, karena Indonesia memiliki apa saja yang dibutuhkan. Di Singapura misalnya, harga bahan dasar sekitar Rp19.000 sampai Rp20.000, namun bisa naik 2.000%. Sedangkan Added value-nya ada di negara lain.

"Harusnya prosesinya ada di bawah kebun kakao Luwu ini. Untuk itu, jika industri pengolahan ini dibangun di Luwu dan Palopo, semua orang akan menikmati Silverqueen yang segar atau tak ada pengawet. Jadi, Produk kita sendiri dan diolah oleh anak bangsa," katanya.

Baca Juga: Kementan Dorong Startup Agribisnis Tingkatkan Produktivitas dan Kesejahteraan Petani

Sementara itu, Bupati Luwu, Basmi Mattayang, menilai kebijakan dan program Kementan dalam mengembalikan kejayaan rempah, khususnya kakao dan kopi harus didukung oleh semua pihak.

Berdasarkan data BPS, sepanjang tahun 2018, produksi kakao menyentuh angka 24.260 ton, dengan luas lahan 35.311 hektare. Namun produktivitasnya semakin menurun karena umur tanaman yang sudah tua.

"Jika program ini jalan, kami yakin dapat meningkatkan pendapatan petani. Produktivitas naik dan ditambah lagi dengan dibangunya hilirisasi industri kakao dan kopi. Sebab ini menjadi masalah petani saat ini. Jadi kami sangat apresiasi program Kementan," katanya. 

Sekedar diketahui, di tahun 2019 Kementan menggelontarkan bantuan untuk Luwu Raya meliputi Kabupaten Luwu, Palopo, Luwu Utara dan Timur sebanyak Rp56,23 miliar.

Bantuan itu berupa benih, alat mesin pertanian dan ternak. Khusus untuk Kabupaten, di tahun 2019 mendapat bantuan peremajaan kakao sebanyak 1 juta batang dan bantuan tambahan untuk Pemerintah Provinsi Selatan.

Sementara untuk bantuan peremajaan kopi di Tana Toraja mencapai 400 hektare dengan total nilai Rp3,08 miliar. Adapun untuk Kabupaten Toraja Utara luasnya mencapai 300 hektare dengan total anggaran Rp2,85 miliar.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: