Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apa Itu Administered Price?

Apa Itu Administered Price? Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
Warta Ekonomi, Jakarta -

Masih ingat salah satu kebijakan Presiden Jokowi di pertengahan Februari 2019 lalu perihal harga BBM? Ya, per tanggal 10 Februari 2019, Jokowi resmi menurunkan harga jual eceran BBM seiring dengan penurunan harga minyak mentah dunia.  Kebijakan tersebut membuat harga pertamax turun Rp350 per liter, dexlite turun Rp100 per liter, pertamax turbo turun Rp800 per liter, dan dex turun Rp50 per liter.

Upaya yang Jokowi lakukan itu menjadi salah satu contoh penerapan harga yang diadministrasikan atau administered price (AP). Secara sederhana, AP adalah harga barang atau jasa yang ditentukan oleh pemerintah untuk menjaga stabilitas harga di pasar.

Baca Juga: BBM Turun, Arcandra Thahar: Bukan Karena Pemilu Ya, Bukan...

Bukan hanya itu, AP juga dapat mengacu pada harga yang diadministrasikan oleh suatu perusahaan dengan tujuan untuk memonopoli harga suatu produk yang di pasaran.

Dalam penerapannya, AP didominasi oleh kebijakan untuk menurunkan harga sehingga berada di bawah kurva harga keseimbangan, meskipun tidak menutup kemungkinan AP diterapkan dalam wujud menaikkan harga suatu produk atau jasa.

Oleh karena itu, dalam AP dikenal dua istilah utama, yaitu harga plafon dan lantai harga. Harga plafon adalah harga tertinggi yang ditetapkan untuk suatu barang atau jasa, sedangkan lantai harga adalah harga terendah yang ditetapkan untuk suatu barang atau jasa.

Baca Juga: Menanti BPS Umumkan Angka Inflasi Maret 2019

Pada umumnya, AP hanya diterapkan pada suatu komoditas seperti bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik (TDL), beras, dan lainnya.

Kebijakan AP ini bersifat fleksibel. Artinya, jika penawaran dan permintaan untuk barang atau jasa berubah, AP juga diubah guna menyubsidi pemasok atau melindungi konsumen.

Lalu, mengapa AP diperlukan? Jawabnya tentu saha untuk menghindari ketidakefisienan dalam negosiasi harga di setiap transaksi. Perlu diketahui pula bahwa AP tidak hanya terbatas pada pengaturan atau kontrol harga, tetapi juga pada kontrol sewa.

Jika kontrol harga diberlakukan untuk menjaga keterjangkauan barang-barang tertentu untuk mencegah gouging harga selama kekurangan, kontrol sewa digunakan untuk membatasi kenaikan sewa di kota-kota tertentu.

Sebenarnya, penerapan AP ini tidak selamanya positif karena tentu akan ada dampak negatif yang mungkin timbul. Misalnya, jika pemerintah menetapkan kontrol sewa, secara otomatis tuan tanah harus membebankan biaya sewa yang lebih rendah dari harga pasar sehingga berpotensi untuk tidak memelihara properti yang ada.

Contoh lainnya, yaitu ketika kartel minyak mematok harga yang lebih tinggi akibat adanya kontrol harga dari pemerintah, konsumen bisa saja memilih pergi dan mencari energi alternatif lain.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: