Guru Besar Institut Teknologi Bandung Suhono Harso Supangkat menilai rencana pemerintah untuk memindahkan ibu kota dinilai perlu dipikirkan lebih matang lagi. Salah satunya ialah mempertimbangkan era industri 4.0.
Menurutnya industri 4.0 bisa untuk menjadi sistem utama dalam pemerintahan. Dengan hal tersebut, maka pemerintahan mempunyai fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengaturan hingga pengawasan pembangunan yang akan sangat terbantukan.
Selain itu, observasi, orientasi, keputusan dan tindakan sistem pemerintahan juga bisa lebih efektif, ketimbang harus memindahkan ibu kota.
"Beban atau proses yang selama ini dilakukan untuk fungsi administrasi, baik dalam monitoring, pelaporan rapat bahkan proses pengambilan keputusan dengan mudah terbantukan oleh teknologi," jelasnya dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (1/5/2019).
Baca Juga: Soal Anggaran Pemindahan Ibu Kota, Sri Mulyani Bilang Gini
Dia menyatakan, teknologi robot, komputasi, jaringan , hingga kecerdasan tiruan (artificial intellegence) sangat dimungkinkan mengurangi beban administrasi pemerintahan. Bahkan bisa dilakukan penyimpanan dokumen secara terdistribusi, sehingga ketika ada bencana data bisa disimpan secara 'mirror' di beberapa lokasi atau disebut 'Data Recovery Center'.
"Pertemuan, rapat, koordinasi bisa dilakukan melalui jejaring video, teks dan suara," imbuhnya.
Menurutnya, pemerintah memang sudah memulai menerapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik, namun progresnya masih belum memuaskan. Hal ini mungkin karena ekosistem pendukungnya belum siap, yakni menyangkut sarana dan prasarana, regulasi hingga sumber daya manusia.
Dia menilai, pilihan untuk memindahkan Ibu Kota atau tetap bertahan di Jakarta, perlu memperhatikan kebutuhan dan kemampuan teknologi dalam membantu tugas dan fungsi Ibu Kota jangka panjang.
Roadmap pemerintahan berbasis elektronik (smart government) perlu dibuat dan dikaji lebih rinci, kebutuhan ruang Aparatur Sipil Negara (ASN), pertemuan, dan sistem terdistribusi bisa mengurangi beban Ibu Kota.
"Sementara itu tahun 2045, Aparatur Sipil Negara dan penduduk akan diisi oleh kaum yang saat ini banyak disebut sebagai generasi milenial. Generasi yang tidak perlu kantor tetap, lebih bisa kerja di 'co working space' atau sistem kerja gabungan non formal dengan dunia virtual," jelasnya.
Oleh sebab itu, kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap rancangan 'government co working space'. Sehingga masalah infrastructure sharing tidak boleh dilupakan, baik juga masalah keamanan fisik, virtual, hoax, dan hacker perlu di antisipasi lebih baik lagi.
"Dengan demikian pemindahan ibu kota perlu dipikirkan lebih masak lagi, tetapi yang lebih penting lagi bagaimana visi atau bentuk pemerintahan yang berakibat kebutuhan fisik dan virtual yang saling melengkapi," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: