Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Biodiesel untuk Menyehatkan Neraca Perdagangan

Biodiesel untuk Menyehatkan Neraca Perdagangan Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ada harapan besar terhadap hasil sawit untuk mengurangi impor dan meningkatkan ekspor dalam negeri. Indonesia saat ini menjadi negara produsen CPO terbesar dunia dengan produksi 43 juta ton per tahun. Dari hasil produksi tersebut, sebagian dimanfaatkan untuk biodiesel (biofuel), yang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tapi juga sebagian diekspor.

Di tahun 2017 saja, konsumsi jenis BBM tertentu (JBT) (solar dan minyak tanah) mencapai 15,04 kiloliter (kl). Dalam satu hari konsumsi solar mencapai 1,7 juta barel, sementara kemampuan produksi minyak siap jual (lifting) hanya 803 ribu barel, sisanya 848 ribu barel masih harus impor. Untuk mengurangi ketergantungan tersebut pemerintah pun berinisiatif memanfaatkan CPO menjadi biodiesel sebagai pengganti solar.

Akhirnya pemerintah resmi meluncurkan program B20 pada Oktober 2015, kebijakan pencampuran biodiesel dari sawit sebesar 20% dengan bahan bakar solar. Program ini merupakan langkah pemerintah guna mengurangi stok Crude Palm Oil (CPO) berlebih di dalam negeri serta mendorong ekspor dan mengurangi impor migas, untuk menyehatkan neraca perdagangan.

Baca Juga: Sawit Antarkan Buruh Menjadi Petani Sukses

Agustus 2018, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan Permen ESDM Nomor 41 tahun 2018, yang mewajibkan badan usaha bahan bakar minyak (BU BBM) menerapkan B20. Mulai 1 September 2018 penggunaan biodiesel pun diperluas untuk sarana transportasi non public service obligation (PSO), industri, pertambangan dan kelistrikan.

Pasca mandatory B20, impor solar menunjukkan penurunan. Berdasarkan data badan pusat statistik (BPS), sepanjang 2018 impor solar tertinggi pada bulan Agustus mencapai 693,8 ribu ton, bulan berikutnya impor turun menjadi 313,6 ribu ton di bulan September dan 558,2 ribu ton di bulan Oktober. Sementara ESDM mencatat sepanjang 2018 konsumsi B20 domestik naik 45%, sekitar 3,75 kiloliter dibanding 2017. Pemerintah pun telah mampu menghemat US$937,84 juta, setara Rp13,23 triliun (kurs Rp14.100).

Setelah B20, pemerintah juga merencanakan B30, yang akan dijalankan mulai tahun 2020. Paulus Tjakrawan, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia mengatakan, dengan bauran yang lebih tinggi menjadi 30%, diperkirakan akan mampu menghemat impor BBM mencapai 57 juta barel. Jumlah tersebut setara dengan lifting pertmina selama 70 hari kerja.

Menyerap produksi CPO

Kebijakan penggunaan Biodiesel untuk bahan bakar juga membantu menyerap produksi CPO nasional yang saat ini mencapai 43 juta ton per tahun. Di tahun 2017, produksi CPO mayoritas dieskpor dalam bentuk refine, lauric dan oleo, mencapai 53%. Sisanya diekspor dalam bentuk crude sebesar 15%, kebutuhan pangan lokal 17%, oleo lokal 1%, biodiesel 5%, dan stok akhir masih ada 9%.

Baca Juga: Harga Referensi Mei 2019 Naik 0,91%, BK CPO Tetap Nihil

Selama ini pasar ekspor menjadi harapan terbesar produksi sawit nasional. Namun akibat persaingan dagang sawit dengan sumber minyak nabati lain, membuat ekspor produk CPO dan turunannya menjadi tidak bisa dipastikan dan menekan harga menjadi rendah. Dengan peningkatan penyerapan di dalam negeri diharapkan membuat produksi CPO tidak terlalu tergantung dengan pasar ekspor.

Jika B20 menyerap 6,1 juta KL per tahun, B30 diperkirakan akan menyerap sekitar 10 juta ton produksi CPO per tahun, sekitar 23,25% dari produksi CPO nasional. Pemerintah juga menyiapkaan B100 atau biodiesel murni untuk bahan bakar. Jika itu terjadi dipastikan dapat menyerap seluruh produksi CPO dan tidak perlu ekpor lagi.

Tapi untuk menuju B100, menurut Paulus memerlukan tahapan yang lebih panjang dan rumit. Untuk dapat digunakan sebagai bahan bakar biodiesel harus menjadi Hydrotreated Vegetable Oil (HVO), dan perlu penyesuaian pada mesin yang menggunakan. Tapi dia memastikan untuk B30 hingga B50, sudah dapat langsung digunakan tanpa perlu ada penyesuaian mesin.

Baca Juga: Ekspor Minyak Sawit Naik Sepanjang 2018, Biodiesel Paling Besar

Selain itu, idealnya pemerintah juga tidak harus menghapuskan perdagangan luar negeri. Sebab produk makanan dan lainnya saat ini masih sangat membutuhkan minyak nabati dari sawit, seperti campuran bahan baku pembuatan coklat, dan campuran bahan makanan lainnya. Meskipun sebagian negara menolak sawit, tapi masih banyak negara yang menerimanya.

“Kita berpikir untuk menggunakannya di dalam negeri, tapi tentunya kita tidak berpikir untuk tidak perlu ekspor lagi,” ujar Paulus.

Menyasar Negara Berkembang

Termasuk produksi biodiesel, selain digunakan untuk kebutuhan dalam negeri, sebagian juga diekspor. Dari total produksi 6,2 juta kl di tahun 2018, ekspor biodiesel mencapai 1,8 juta kl, melonjak dibanding tahun 2017 yang hanya 179 ribu kl dari total produksi 3,4 juta kl.

Pemakaian biodiesel juga sudah mulai populer di berbagai negara seperti China yang mulai menerapkan B5. Bahkan meskipun tidak secara langsung mengimpor Biodiesel dari Indonesia, ada beberapa negara yang mengolah CPO dari Indonesia untuk dijadikan biodiesel.

Indonesia sendiri menjadi negara pertama yang menerapkan B20. Kesuksesan B20 diharapkan menjadi contoh bagi negara lain untuk ikut menerapkannya. Tren penggunaan bahan bakar didunia sendiri saat ini ke arah penggunaan bahan bakar baru terbarukan. Biodiesel sendiri menjadi salah satu pilihan, karena berasal dari tumbuhan yang berkesinambungan, menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih kecil dan mengurangi polusi.

Baca Juga: Kuartal I 2019, B20 Tersalurkan 1,5 Juta Kiloliter

Di negara-negara maju tren bahan bakar baru terbarukan memang ke arah bahan bakar elektrik seperti mobil listrik. Namun tidak semua kendaraan dapat menggunakan tenaga listrik, beberapa kendaraan berat masih membutuhkan solar sebagai bahan bakarnya. Biodiesel juga masih digunakan untuk industri, pertambangan dan pembangkitan listrik.

Yang perlu dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah bagaimana mencari pasar baru terutama negara-negara berkembang yang masih sangat mengandalkan kendaraan berbahan bakar solar. Dengan kemampun produksi B100, Indonesia juga dapat mengekspor mesin kendaraan berbahan baku biodiesel dengan bauran 100%.

Seperti ekspor gerbong kereta PT INKA ke Bangladesh. Indonesia dapat menyasar negara berkembang lainnya untuk menjadi pasar ekspor lainnya. Tidak hanya gerbong, tapi juga dapat mengekspor mesin yang dapat menggunakan bahan bakar B100. Dengan demikian pasar ekspor produk turunan sawit akan semakin besar lagi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Kumairoh

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: