Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Analisa Inventory Tingkatkan Pengalaman Belanja Konsumen Ritel

Analisa Inventory Tingkatkan Pengalaman Belanja Konsumen Ritel Kredit Foto: Lazada Indonesia
Warta Ekonomi, Jakarta -

Walaupun konsumen menikmati berbelanja online, mereka masih sering ingin pergi ke toko untuk mendapatkan barang yang mereka butuhkan sesegera mungkin. 

Saat ini keberadaan toko ritel offline menjadi semakin semu, karena para pengecer terutama, telah menggunakan toko mereka sebagai penghubung untuk pemenuhan kebutuhan omnichannel. Ini membuat pelaku usaha ritel tidak memiliki visibilitas dan kontrol yang memadai data inventaris mereka.

Ditambah lagi adanya chanel ship from store yang memposisikan toko fisik sebagai gudang untuk mendapatkan produk ke tangan pelanggannya dengan cepat, membuat sistem inventaris semakin tidak cerdas dan dapat memperburuk atau memicu masalah pasokan, yang pada akhirnya membuat pelanggan frustrasi.

Baca Juga: Transaksi E-Commerce TTI Tembus Rp3,5 Miliar

Menurut penelitian bertajuk “Transforming In-Store Inventory Management” yang dilakukan ABI Research, pengecer memiliki peran besar untuk meningkatkan sistem inventory. Model inventaris tradisional di sektor pakaian jadi, fashion, dan barang jadi hanya menghasilkan tingkat akurasi inventori 65 persen. Pembeli pada akhirnya bisa tidak menemukan apa yang mereka inginkan, dan  penjualan toko bisa menurun.

Ditambah lagi, di sektor bahan makanan, pembeli cenderung mengalami kehabisan stok di 1 dari 12 item dalam daftar belanja mereka, dan kehabisan stok di 1 dari 10 item promosi. Pembeli sepakat bahwa ketersediaan produk adalah salah satu alasan utama mereka dalam memilih tempat berbelanja. 

Harus akurat

Ketika berbicara tentang analitik ritel, tidak ada ruang untuk kesalahan di informasi ketersediaan. Sedikit saja ada kesalahan data, pengecer bisa kehilangan penjualan, tenag ayang terbuang dan ketidakpuasan pelanggan hingga jutaan dolar.

Baca Juga: Selama Ramadan, Berapa yang Dihabiskan Orang Indonesia untuk Belanja Online?

Analis senior ABI Research Nick Finill menyatakan toko-toko yang memiliki keterbatasan informasi seputar lokasi dan jumlah stok pada tingkat item individu tidak akan mampu melayani pelanggan mereka secara memadai atau berhasil menjalankan strategi ritel omnichannel yang kompetitif. 

"Salah satu studi menunjukan bahwa pengecer grosir bisa kehilangan US$2,3 juta dalam penjualan setahun hanya karena kekurangan persediaan minuman ringan saja. Minuman ringan mewakili lebih dari 27 persen dari total portofolio penjualan, dan hampir 70 persen kehabisan stok di tingkat pengecer merupakan kategori minuman ringan," kata dia belum lama ini. 

Adanya teknologi dapat secara dramatis meningkatkan sistem inventaris, bahkan untuk mendekati keakuratan inventaris hingga 100 persen. Solusi ini termasuk alat kecerdasan buatan (AI) dan teknologi identifikasi frekuensi radio (RFID).

Penandaan RFID sangat membantu pengecer fesyen misalnya, yang dapat meningkatkan pendapatan tahunan setidaknya 3 persen setelah menggunakan teknologi. Sementara salah satu toko pakaian dengan penjualan mendektati US$6 juta setahun dapat mencapai pengembalian (RoI) 44 persen pada tahun pertama dan kedua inisiatif RFID, dengan pengembalian lebih dari 200 persen di tahun ketiga. 

"Digitalisasi operasi ritel dapat meningkatkan akurasi inventaris yang semula umumnya 65% menjadi lebih dari 98%," tambah Finill menambahkan.

Agar tetap kompetitif dengan pengecer e-commerce dan pesaing brick & mortar lainnya, toko fisik perlu segera mengadopsi alat inventaris berbasis IoT dan AI. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Kumairoh

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: