Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) melakukan pemantauan kekeringan tanaman padi di Kabupaten Kebumen. Ditemukan beberapa lokasi yang terancam kekeringan, di antaranya di Kecamatan Bulus Pesantren dan Petanahan.
Kecamatan Bulus Pesantren luas tanaman padi sawah (standing crop) yang terancam kekeringan pada musim tanam kedua (MT II) 213 hektare (ha). Meliputi Desa Indrosari 6 ha, Desa Sangubanyu 30 ha, Desa Ambalkumolo 9 ha, Desa Bocor 14 ha, Desa Waluyo 4 ha, dan Desa Sidomoro 160 ha.
Saat ini umur tanaman padi 30 hari setelah tanam (HST). Pada Kecamatan Bulus Pesantren, pantauan dilakukan pada Desa Sidomoro, Desa Tanjungsari, dan Desa Bocor.
Berdasarkan pantauan, Desa Sidomoro Gapoktan Mitra Tani yang merupakan desa paling luas standing crop terancam kekeringan.
Baca Juga: Bendungan Irigasi Jebol, Ratusan Hektare Sawah Terancam Kekeringan
"Penyebab kekekeringan yang melanda Bulus Pesantren karena pengurangan suplai air dari waduk wadaslintang (intake Kedungsamak) ke jaringan irigasi. Juga karena musim kemarau yang maju, April curah hujan rendah dan Mei sudah tidak ada hujan. Sementara awal masa tanam mengalami kemunduran," jelas Direktur Jenderal PSP, Sarwo Edhy, Senin (17/6/2019).
Sarwo Edhy mengatakan, telah dilakukan upaya penyelamatan tanaman padi yang mengalami kekeringan. Di antaranya dilakukan melalui sistem gilir giring selama enam hari mendapatakan satu hari untuk pengairan, memaksimalkan pemanfaatan pompa bantuan pemerintah pada 2018 dengan (3 inchi) untuk mengairi sawah yang rawan kekeringan dan secara bergiliran anggota P3A atau Gapoktan menjaga pengaturan pemakaian air.
Pada 2018 Kabupaten Kebumen mendapatkan alokasi pompa air (dana TP) sebanyak 15 unit (3 inchi). Semuanya sudah terdistribusi secara merata pada daerah-daerah yang berpotensi mengalami kekeringan.
"Akan diupayakan pompa dengan kapasitas yang lebih besar (6 inch) agar dapat mengalirkan air sari saluran irigasi di Desa Tanjungsari ke saluran irigasi tersier yang menuju Desa Sidomoro sehingga dapat menambah ketersediaan air," tambahnya.
Sedangkan pada Desa Bocor, standing crop yang mengalami kekeringan mencapai 14 ha. Kekeringan disebabkan karena suplai air dari saluran irigasi Wadaslintang tidak bisa mencapai Desa Bocor.
Namun, saat iniĀ untuk memenuhi kebutuhan air irigasi dilakukan dengan memanfaatkan air permukaan sungai Kedungbener (JIAP/Jaringan Irigasi Air Permukaan) dengan kapasitas pompa 213 ubin mesin.
Sementara di Kecamatan Petanahan, luas standing crop yang mengalami kekeringan mencapai 20 ha, pada umur tanaman 12 HST. Kekeringan ini baru pertama kali terjadi di Kecamatan Petanahan yang terkenal paling berpotensi dan subur. Pada Februari 2019 pada daerah atau blok yang terkena kekeringan tersebut terkena banjir.
Baca Juga: Empat Setengah Tahun Capaian Sektor Pertanian Versi Mentan
"Kekeringan tanaman padi pada Kecamatan Petanahan ini disebabkan oleh kondisi iklim di mana musim kemarau maju, masa tanam mundur, air irigasi dari DI Wadaslintang tidak bisa mencapai petanahan karena kondisi saluran irigasi tersier belum permanen sehingga banyak terjadi kehilangan air, dan tidak bisa menggunakan air tanah karena air berminyak dan asin," sebutnya.
Solusi yang sedang diupayakan meliputi sistem gilir giring setiap enam hari sekali mendapat giliran satu hari untuk pengairan. Selain itu, juga dilakukan rehabilitasi saluran irigasi tersier sejauh 300 meter.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: