Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hadapi Revolusi Industri 4.0, Akuntan Wajib Berinovasi

Hadapi Revolusi Industri 4.0, Akuntan Wajib Berinovasi Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Bandung -

Dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI), Danny Buldansyah mengatakan di Era Revolusi Industri 4.0 mengharuskan kita untuk berinovasi dan berdaptasi untuk bisa bertahan.

Dalam waktu yang relatif singkat Gojek dan Grab mampu mengalahkan nilai ekonomi yang dimiliki oleh Bluebird atau penyedia jasa armada taksi konvensional, padahal mereka tidak punya satupun kendaraan sebagai armadanya.

Senada dengan Adis, Danny juga menyebutkan penemuan bisnis model yang relatif baru mengharuskan setiap orang dari profesi apapun harus menjawabnya dengan perubahan paradigma dalam menyelesaikan masalah termasuk dalam bidang akuntansi.

Baca Juga: Kemenperin Ingin Industri Semen Bertransformasi di Era 4.0

Indonesia sebagai negara dengan perkembangan start-up posisi kedua di dunia, tentu saja hal ini menjadi kabar gembira bagi kita semua masyarakat Indonesia, karena hal ini menandakan kreatifitas dan minat pelajar, mahasiswa dan anak muda Indonesia di bidang bisnis digital. 

"Facebook memiliki nilai valuasi yang tinggi dikarenakan digital traction-nya yang tinggi," ujar dany dalam keterangan resminya, Kamis (20/6/2019).

Meski demikian, rata-rata perusahaan digital memiliki masalah dalam menyusun laporan keuangan, dikarenakan adanya beberapa transaksi dan aset yang bingung dalam proses pencatatan laporan keuangannya. 

Berdasarkan riset sekitar 64% kalangan start-up mengakui kesulitan dalam penyusunan laporan keuangan dan menganggap laporan keuangan sebagai isu yang krusial. 

Aplikasi Revolusi Industri 4.0 dalam bidang start-up ditinjau dari sudut pandang akuntansi. Sedangkan, proses penyusunan laporan keuangan adalah depelovement cost yang dapat dikapitalisasi dan tidak harus di expand asal memenuhi persyaratan yang cukup ketat sebagaimana diatur dalam PSAK untuk aset tak berwujud. 

Saat ini PSAK 19 membatasi pengakuan aset tak berwujud yang dibangun sendiri kecuali berhasil memenuhi syarat yang ketat. Selain dari itu proses ‘bakar uang’ yang dilakukan oleh perusahaan start-up untuk user acuitition dalam pencatatannya bisa dikapitalisasi dengan syarat adanya kepastian dan keyakinan bahwa user dari start-up itu akan menghasilkan revenue.

Senada dengan Angggota DSAK Ikatan Akuntan Indonesia yang juga dosen FEB UNPAD, Ersa Tri Wahyuni, Ph.D, CA, CPMA, CPSAK mengatakan

akuntan harus terus berusaha membuat dirinya relevan untuk masyarakat dan entitas bisnis. Selama akuntan mampu memberikan nilai dan berkontribusi kepada masyarakat, maka selamanya profesi ini akan terus ada. 

Baca Juga: Mudik Nyaman 4.0, Hindari Antrean Panjang Pembelian Tiket Manual

“Fungsi utama seorang akuntan adalah dia harus mampu mengkomunikasikan keadaan ekonomi perusahaan kepada decision maker. Akuntan harus memahami bahwa tools yang dipakai dalam bekerja itu sudah beragam dan up-to-date. Akuntan harus faham penggunanaan big data analytic dalam penyusunan laporan keuangan. Oleh sebab itu akuntan harus faham dan belajar penggunaan, pemanfaatan dan mengkomunikasikan hasil analisis big data keuangan,” sambung Ersa.

Pada kesempatan yang sama, Erick dari JMT Law House mengungkapkan bahwa jumlah pengguna/user menjadi patokan yang paling penting. Pasalnya, number of Users itu menjadi patokan yang paling penting dalam bisnis di era revolusi Industri 4.0, untuk menghitung value bisnis digital start-up bisa dihitung dari number of users-nya. 

Dia mencontohkan jika untuk satu user itu dinilai 6 USD, dengan asumsi number of users Gojek sejumlah 2 juta orang, maka value bisnisnya senilai 12 juta dollar. 

"Tinggal yang menjadi permasalahan apakah Number of Users itu bisa masuk laporan keuangan?," ujarnya.

Hal itu masih menjadi perdebatan. Tentu saja dalam hal ini IAI harus menjawabnya dengan regulasi dan panduan yang memadai untuk menjawab permasalahan ini. Dahulu akuntansi menulis dengan berpatokan pada transaction base. Maka aset yang dibeli tahun 1980 dilaporan keuangan tahun 2000 nilainya masih sama dengan nilai saat transaksi. Masalah ini sudah diselesaikan dengan regulasi yang baru bahkan sekarang sudah future transaction base. 

Menurutnya, akuntan tidak lagi hanya menjadi pencatat tapi juga sebagai penilai. Dengan demikian, prinsip dan model kerja akuntan selalu berubah dikarenakan model bisnis dan ekonomi yang mengalami peningkatan dan perubahan.

Sebagai contoh lainnya  permasalahan laporan keuangan Garuda tahun 2018. Garuda mencatatkan pendapatan dari penyediaan jasa wifi on board dalam lima belas tahun kedepan dalam satu transaksi. 

"Jadi ditinjau dari principal based yaitu dengan melihat subtansi transaksi yang relevan dari kontrak maka hal tersebut sah dan dapat dilakukan," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: