PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mendorong pemerintah untuk merubah undang-undang (UU) di pasar modal. Bos BEI, Inarno Djajadi menuturkan bila UU pasar modal yang digunakansampai sekarang mengacu pada UU yang dirumuskan pada tahun 1992 lalu. Sehingga, untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang ada di pasar diperlukan perubahan.
“Banyak poin yang harus dirubah, karena UU terakhir kan sudah tahun 1992 artinya sudah 36 tahun lalu. Jadi ada beberpa yang harus kita perbaiki,” katanya, di Jakarta, Senin (8/7/2019).
Baca Juga: Jabebaka Tak Bisa Bayar Utang, Respons Bursa Horor Banget
Bursa, terang Inarno meminta perubahan UU tersebut berkaitan dengan definisi partisipan transaksi efek pada perdagangan bursa agar diperluas.
“Salah satu point yang perlu dimasukan dalam RUU Pasar modal terkait dengan partisipan bursa. partisipan pun harus diperluas tidak hanya anggota bursa (AB) tapi juga perbankan bisa jadi partisipasi perdagangan,” pintanya,
Pihaknya ingin perbankan juga masuk menjadi partisipan perdagangan di bursa. Pasalnya, saat ini perbankan mendominasi perdagangan efek bersifat utang atau obligasi di luar bursa (over the counter). Dengan masuknya perbankan menjadi partisipan bursa maka diharapkan transaksi obligasi tercatat di Bursa.
Baca Juga: AISA Mau Private Placement, BEI Perbolehkan Asal . . .
“Di luar AB seperti perbankan itu juga bisa ikut, sekarang anggota kita AB doang nanti kita perluas. Perluas bukan keanggotaan tapi sebagi partisipan. Kita ada pasar perdagangan alternatif (PPA) untuk menyerap perdagangan di otc sekarang perdagangan otc paling banyak mayoritas oleh banking melalui sekuritas. Dengan adanya PPA itu kita perluas tidak hanya AB tapi juga perbankan,” ujarnya.
BEI berharap apabila dengan adanya perubahan tersebut akan meningkatkan likuiditas perdagangan efek bersifat utang, karena infrastrukturnya sudah lengkap.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: