Para Ahli Panggil Negara-negara di Asia Kolaborasi Perang Melawan DBD
Asia menuju epidemik demam berdarah dengue (DBD) lagi pada tahun ini. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sejumlah negara termasuk Australia, Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam tengah menghadapi lonjakan tajam kasus DBD dalam enam bulan terakhir.
Para ahli penyakit menular di seluruh dunia serta pejabat pemerintah, pembuat kebijakan, dan otoritas kesehatan publik berkumpul pada 4th Asia Dengue Summit di Jakarta membahas manajemen penyakit DBD dan mengidentifikasi strategi guna meningkatkan upaya negara-negara Asia melawan DBD. Tahun ini juga menandai 50 tahun Indonesia melawan DBD.
Kelompok kerja ilmilah Asia Dengue Voice & Action (ADVA) menggelar summit selama dua hari dan bermitra dengan Global Dengue and Aedes transmitted Diseases Consortium (GDAC), Southeast Asian Ministers of Education Tropical Medicine and Public Health Network (Seameo Tropmed) dan Fondation MĂ©rieux.
Prof Sri Rezeki Hadinegoro, Ketua Panitia 4th Asia Dengue Summit, mengatakan, "Summit ini berfungsi sebagai sarana para ahli berbagi dan belajar sambil membahas langkah konkrit, berbagi keberhasilan dan kegagalan, dan mengidentifikasi strategi untuk mengatasi DBD bersama-sama."
Baca Juga: Anies: Ada yang Kena DBD Langsung Lapor! Jangan Tunggu Parah!
"Di Indonesia, kami meluncurkan Komunitas Dengue Indonesia, sebuah organisasi non-pemerintah yang terdiri dari dokter, peneliti, pemimpin kesehatan masyarakat, pemerintah, dan pembuat kebijakan telah dibentuk untuk bertukar gagasan, pembaruan, dan pencapaian dalam strategi manajemen DBD di wilayah ini dengan pemerintah," tambah Prof Sri.
Langkah-langkah pengendalian dan tantangan
Prof Duane Gubler, Profesor Emiritus, Duke-NUS Medical School, Singapura, dan Ketua Global Dengue and Aedes–Transmitted Disease Consortium (GDAC), mengatakan, "Urbanisasi, globalisasi dan kurangnya pengendalian nyamuk menjadi pendorong utama. Virus DBD telah beradaptasi dengan siklus transmisi manusia-aedes aegypti-manusia, di mana populasi manusia yang padat hidup dalam hubungan erat dengan populasi nyamuk yang sama besarnya, sehingga sulit memerangi DBD."
Faktor-faktor eksternal seperti kemampuan virus untuk menyebar dengan meningkatnya jumlah manusia yang berkeliling lintas dunia menyebabkan migrasi DBD, sehingga membuat perjuangan melawan DBD semakin sulit.
Pendekatan inklusif yang terintegrasi pada tingkat regional
Demam berdarah, penyakit kompleks dengan empat jenis virus dan vektor yang sangat fleksibel dan efisien, memerlukan pendekatan yang inklusif. Metode pencegahan dan manejemen yang efektif akan membutuhkan langkah-langkah pengendalian nyamuk yang terintegrasi, implementasi vaksin, dan kolaborasi regional antarnegara.
Zulkifli Ismail, Wakil Ketua ADVA dan Sekretaris Jenderal Asia Pacific Pediatric Assocation, mengatakan, "Koalisi ADVA akan memanfaatkan pengetahuan dan keahilannya dalam mendukung pemerintah di Asia guna mengurangi beban DBD. Untuk mengatasi pandemi secara efektif, kita membutuhkan pendekatan holistik serta upaya terintegrasi dan terpadu untuk memastikan pengendalian dan manajemen DBD yang lebih baik secara regional maupun global."
Baca Juga: Dinas Kesehatan Mencatat Kasus DBD Merebak Sepanjang Januari
"Ketahanan masyarakat yang berkelanjutan, edukasi, advokasi dan mobilisasi tetap penting. Penting untuk terus meningkatkan langkah pengendalian, mengembangkan kapasitas, dan mengenalkan vaksinasi. Semuanya memainkan peran penting dalam pendekatan terintegrasi melawan DBD, penyakit yang tidak mengenal batas apapun," tambah Zulkifli.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: