Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Petinggi Beberkan Aib, Saham Krakatau Steel Meleleh

Petinggi Beberkan Aib, Saham Krakatau Steel Meleleh Pekerja memotong lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten, Kamis (7/2/2019). Pemerintah mendorong Krakatau Steel terus mengembangkan klaster industri baja untuk mewujudkan target produksi 10 juta ton baja pada tahun 2025 seiring terus berkembangnya permintaan termasuk dari negara tetangga Malaysia yang saat ini membuka pasar tanpa hambatan tarif untuk baja Indonesia setelah negara tersebut tidak lagi memproduksi HRC. | Kredit Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Petinggi PT Krakatau Stell Tbk (KRAS) memutuskan untuk melepas posisinya sebagai Komisaris Independen di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Dirinya pun telah mengajukan surat pengunduran diri berikut dengan dissenting opinion kepada Kementerian BUMN pada 11/07/2019 lalu. 

 

Roy membeberkan bila alasan utama pengunduran diri tersebut adalah ketidaksetujuannya terhadap pengoperasian proyek blast furnace (pengolahan bijih besi menjadi hot metal). Ia menilai, proyek tersebut teralu dipaksakan sehingga berpotensi membuat posisi KRAS semakin di ujung tanduk, alias terancam merugi.

 

Baca Juga: Bos Pilih Hengkang, Nasib Krakatau Steel Makin di Ujung Tanduk

 

Isu yang dibawa Roy kelihatannya cukup mempengaruhi investor yang berinvestasi di saham KRAS. Nasib saham KRAS hari ini bagaikan baja yang meleleh karena berakhir anjlok 10 poin atau 2,53% ke posisi Rp386 per saham. Padahal, saat dibuka saham KRAS bertengger di Rp398 per saham, dan sempat menyentuh level tertingginya Rp400 per saham. 

 

Sebagai informasi, pada kuartal pertama tahun ini rugi perseroan meroket menjadi US$63,99 juta dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya hanya US$5,3 juta. Pembengkakan rugi sejalan dengan merosotnya pendapatan perseroan di tiga bulan pertama tahun ini, dari US$486,17 juta menjadi US$418,98 juta. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: