Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jalan Keluar Tekan Impor BBM: Kendaraan Listrik hingga EBT

Jalan Keluar Tekan Impor BBM: Kendaraan Listrik hingga EBT Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan memberikan paparan dalam Seminar Nasional BPK 2019 di Gedung BPK, Jakarta, Senin (22/7/2019). Seminar tersebut mengangkat tema "Memetakan Makna Risiko Bisnis dan Risiko Kerugian Negara di Bidang Migas". | Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah mengungkapkan telah menyiapkan sejumlah strategi guna menekan laju impor BBM dan memperbaiki neraca perdagangan. Salah satu upaya yang ditempuh ialah dengan memaksimalkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT).

Dikutip dari lama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menurut Menteri ESDM Ignasius Jonan, setidaknya ada empat cara untuk menekan laju impor BBM.

"Yaitu kendaraan listrik, menggunakan transportasi umum, pengenaan pajak yang tinggi untuk kendaraan CC besar, menggunakan renewable energy," ungkapnya.

Langkah-langkah tersebut diyakini Jonan akan mampu menghemat devisa negara, utamanya saat nilai tukar rupiah terhadap dolar ikut bergejolak.

Baca Juga: Janji Jonan: Akhir 2020, Indonesia Merdeka Listrik

Khusus pemanfaatan EBT, dia menjelaskan, saat ini pemerintah sudah menerapkan kebijakan penggunaan campuran biodiesel ke dalam BBM jenis solar sebesar 20% atau yang dikenal dengan sebutan B20.

"Sejak 2018 sudah diterapkan B20, tapi hanya untuk subsidi, tapi akhirnya diterapkan semua. Sekarang diterapkan lagi secara penuh, sebesar 20% dari total minyak solar yang dipakai, baik subsidi maupun tidak dengan kadar CN di bawah 50," beber Jonan.

Mantan Menteri Perhubungan ini pun menegaskan bahwa strategi tersebut dinilai cukup efektif dalam mengurangi jumlah impor BBM mengingat masih tingginya jumlah konsumsi solar di Indonesia.

"Ini ampuh karena konsumsi solar kita di bawah CN 50 itu kurang lebih 30 juta kiloliter (KL) atau 30 miliar liter setahun. Kalau dicampur 20% berarti kita menghemat sekitar 6 juta KL per tahun," urainya.

Melihat keberhasilan ini, pemerintah akan meningkatkan penggunaan biodiesel menjadi B30 pada 2020 yang diperkirakan akan menghemat sekitar US$1,5-1,7 miliar per tahun dengan menyesuaikan harga minyak.

"Tahun depan, presiden sudah minta. Kami (Kementerian ESDM) sudah siapkan B30," tegas Jonan.

Baca Juga: Jonan Ajak Jepang Kembangkan Green Energy Berbasis Sawit

Menurutnya, penerapan kebijakan ini seyogyanya juga diikuti penyesuaian yang dilakukan di industri otomotif. "Industri otomotif harus adjust untuk filter mesin atau lainnya," ungkapnya.

Tingginya harga biodiesel, kata Jonan, masih menjadi tantangan. Namun, ia meyakini transisi peralihan ini akan berjalan seiring penyesuaian harga biodiesel.

"Tantangannya adalah harga. Kalau kelapa sawit diubah 100% ke biodiesel, harganya sekitar US$1 (Rp14.000) atau 1 euro (Rp16.000) per liter," jelas Jonan.

Di penghujung diskusi, pemerintah menegaskan komitmen ketersedian energi dengan harga terjangku bagi semua lapisan masyarakat Indonesia. "Dua hal ini akan tercapai jika kita cepat mengentaskan kemiskinan," pungkas Jonan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: