Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menilai tertutupnya sikap pemerintah ini mengindikasikan megaproyek Presiden Joko Widodo (Jokowi) memindahkan ibu kota negara ke wilayah Kalimantan Timur (Kalim) hanya berlandaskan kepentingan politik.
"Kalau tidak ada data risetnya, kemudian tidak ada argumen akademik yang kokoh, secara politik enggak mungkin kebijakan itu dikeluarkan kecuali ada kepentingan politik," ucapnya kepada wartawan, Rabu (28/8/2019).
Baca Juga: Ibu Kota Fix Pindah, Jangan-Jangan untuk Pemilik Modal?
Baca Juga: Depak 3 Sekjen, Cak Imin Ngambek Tak Dilirik Jokowi Jadi Cawapres?
Lanjutnya, ia mengatakan hal tersebut makin mengherankan dengan estimasi biaya yang dikeluarkan mencapai Rp466 triliun, atau sekitar 19 persen dari APBN dan sisanya melibatkan swasta.
"Kalau dari swasta katanya, pertanyaannya swasta mana yang mau bangun tanpa anggunan finansial yang sangat jelas?" tanyanya.
Tak hanya itu, ia mengaku ada sosok pengembang di balik pembangunan ibu kota baru ini. Sebab, ia mengatakan publik harus tahu megaproyek tersebut melibatkan unsur mana saja agar tak kontradiksi dengan klaim kajian yang sudah dilakukan pemerintah.
"Saya membayangkan hampir 1 juta orang pindah. Kementerian dan keluarganya membutuhkan ratusan ribu rumah, tentu ada proyek perumahan baru. Pertanyaannya, siapa yang punya bisnis properti?" tegasnya.
Sambungnya, "Jadi Presiden enggak boleh membuat kebijakan yang mengakibatkan tafsir liar. Itu bisa memunculkan banyak isu yang enggak karuan, yang justru merugikan kondisi ekonomi kita," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil