Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Langkah Strategis Kementan Hadapi Liberalisasi Perdagangan

Langkah Strategis Kementan Hadapi Liberalisasi Perdagangan Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pertanian (Kementan), Ade Candradijaya menyatakan bahwa liberalisasi perdagangan global masih menjadi ancaman serius bagi pengembangan sektor perunggasan nasional di Indonesia.

"Permasalahan mendasarnya adalah rendahnya daya saing. Karenanya harus segera diperbaiki," kata Ade dalam Focus Group Discussion yang digelar di Hotel Aston Priority Simatupang, Jakarta (2/9/2019).

Karena itu, Ade melanjutkan, peningkatan efisiensi produksi dan perbaikan kualitas produk pertanian merupakan faktor kunci dalam meningkatkan daya saing menghadapi liberalisasi perdagangan global.

"Kuncinya memang di situ, dan harus benar-benar kita jalankan," katanya.

Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Perdagangan dan Hubungan Internasional, Banun Harpini menjelaskan bahwa daya saing industri perunggasan nasional sangat berkaitan dengan ketersediaan pakan yang masih impor.

"Di sinilah diperlukan kebijakan dan program terobosan yang tepat agar dapat memberikan insentif dalam meningkatkan daya saing produksi pakan," katanya.

Baca Juga: Lebih Efisien, Kementan Ajak Petani Budi Daya Padi Sehat

Sementara itu, Pakar Perdagangan Internasional IPB, Firdaus menyampaikan pentingnya kelayakan usaha dan daya saing perunggasan Indonesia. Apalagi kehadiran WTO dan liberalisasi perdagangan akan semakin membuka geliat pasar global.

"Masuknya kompetitor asing ke dalam pasar dalam negeri membuat peningkatan daya saing perunggasan nasional menjadi penting. Sayangnya, keunggulan daya saing industri perunggasan Indonesia dari waktu ke waktu secara berlahan mengalami penurunan," katanya.

Menurut dia, penurunan ini terlihat dari nilai domestic resource cost (DRC) yang mendekati satu pada 2018 yaitu sekitar 0,95 atau menurun dari nilai 0,85 pada 2001.

"Rendahnya daya saing komoditas peternakan ini disebabkan karena tingginya biaya produksi dan biaya pakan," katanya.

Peneliti Balai Penelitian Ternak dari Badan Litbang Pertanian yang juga menjabat anggota Dewan Pakan Indonesia, Prof Arnold Sinurat menekankan pentingnya ketersediaan pakan pada industri perunggasan Indonesia.

Sebab, kata dia, hal ini berkaitan langsung dengan tingginya proporsi biaya pakan yang mencapai 69% hingga 80% dari total biaya produksi yang ada.

"Alasanya sederhana, yakni karena sebagian besar bahan baku pakan masih diimpor. Oleh karena itu, saya menyarankan agar memilih alternatif bahan pakan yang dapat diolah dari sumber daya lokal, misalnya dari kelapa sawit," katanya.

Baca Juga: Kementan Percepat Penerapan Teknologi 4.0 di Bidang Pertanian

Berdasarkan hasil penelitian para ahli, penggunaan bungkil inti sawit (BIS) pada ayam broiler dapat menurunkan biaya pakan dari Rp6.121 kg menjadi Rp5.887 kg. Selain BIS, solid sawit dan inti sawit juga berpotensi untuk dijadikan bahan pakan lokal.

Peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian Prof Ismeth Inounu menambahkan bahwa dalam upaya meningkatkan daya saing ini, semua pihak harus mewujudkan harmonisasi kebijakan yang bersifat lintas kementerian serta mendukung lingkungan investasi yang kondusif.

"Makanya perlu integrated farming system dalam sektor perunggasan di Indonesia. Kemudian meningkatan riset dan inovasi bahan pakan lokal, khususnya sawit sebagai bahan pakan unggas alternatif," tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: