Izin Perusahaan Batu Bara Ini Belum Diperpanjang, 7 Perusahaan Lain Akan Habis
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memiliki harapan besar dari sektor tambang, terutama batu bara, untuk mendongkrak penerimaan negara buka pajak (PNBP) sebesar Rp40 triliun tahun ini.
Kendati demikian, ada sejumlah perusahaan tambang batu bara yang telah dan akan habis masa kontraknya tahun ini dan belum tahu akan diperpanjang atau tidak.
Salah satu perusahaan itu adalah Tonito Harum yang telah habis izinya pada 14 Januari 2019 lalu, dan sampai sekarang belum memperpanjang kontrak yang berbentuk Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) Generasi I.
Perusahaan lain yang akan habis kontrak adalah PT Arutmin Indonesia (1 November 2020), PT Kendilo Coal (13 September 2021), PT Kaltim Prima Coal (31 Desember 2021), PT Multi Harapan Utama (1 April 2022), PT Adaro Indonesia (1 Oktober 2022), PT Kideco Jaya Agung (13 Maret 2023), dan PT Berau Coal (26 April 2025).
"Kalau tidak diperpanjang karena belum ada aplikasi, yang baru tidak diperpanjang itu baru Tonito Harum, untuk yang lainnya belum ada aplikasi perpanjangan apa tidak. Jadi, diperpanjang atau tidak belum tahu," jelas Muhammad Iqbal, Kepala Subbid Informasi Kementerian ESDM di Jakarta, Selasa (3/9/2019).
Baca Juga: Energy & Engineering Exhibition Hadirkan Teknologi Digital Pertambangan
Diperpanjang atau tidak, menurut Iqbal, diputuskan berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pemerintah. Diketahui perpanjangan izin Tonito Harum dibatalkan karena masih mempunyai masalah pada nasib lahan eks konsesi perusahaan yang belum jelas.
Di sisi lain, menurut Iqbal, saat ini pemerintah sedang berupaya untuk meningkatkan sentimen positif dari perusahaan tambang batu bara di Indonesia. Beberapa strategi yang dilakukan adalah mengikuti China Forum karena pangsa pasar ekspor banyak ke China. Saat ada konferensi di China Kementerian ESDM ikut ke sana untuk memberikan informasi bahwa produk Indonesia dari sisi kualitas maupun kuantitas, bisa memberikan suplai ke China.
"Selain itu, juga menggandeng pengusaha-pengusaha Indonesia datang ke sana untuk bertemu langsung dengan end buyer. Itu cukup memberikan sentimen positif di negara tersebut, sebab harga batu bara bisa naik sampai 2-3 dolar," jelas Iqbal.
Selain itu, ada strategi khusus yang baru-baru ini menargetkan sampai akhir tahun ekspor nikel akan disetop dalam bentuk raw material. Sentimen positifnya langsung, per hari tren harga nikel signifikan naik, sebab smelter nikel di Indonesia memang sudah cukup memenuhi kebutuhan.
"Artinya kemudahan-kemudahan dalam melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian bahan galian nikel sudah dirasa cukup," imbuh Iqbal.
Baca Juga: Jonan Minta Bekas Area Tambang Freeport Ditanami Trembesi
Kemudahannya, para pelaku industri tambang boleh berinvestasi dan membangun smelter di Indonesia. Pembangunan smelter sendiri diberikan kemudahan untuk bisa melakukan ekspor produk setengah jadi. Sehingga kecukupan investasi di pengolahan sektor nikel memberikan respons positif di segi harga.
Iqbal juga menyebut, geliat tambang batu bara masih terlihat dari rencana investasi yang dilakukan perusahaan eksisting. Ada bermacam-macam investasi, mulai dari untuk pembangunan pemurnian lebih lanjut, misalnya ada beberapa perusahaan visibilisasi pengolahan lebih lanjut untuk dijadikan gasifikasi batu bara.
"Ada juga yang investasi di teknologi-teknologi baru, seperti aplikasi pelaporan produksi, dari jembatan timbang tidak langsung ter-connect ke server, jadi ketika masuk, langsung dilaporkan ke pemerintah," jelas Iqbal.
Menurut Iqbal sendiri, masa depan batu bara dalam lima tahun ke depan masih positif. Terlihat dari informasi pelaporan per lima tahun, data-datanya dalam tren positif. Juga dari sisi sentimen, pergerakan komuditas sampai 2030, tidak ada penurunan, justru berada di tren yang memungkinkan untuk berkembang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Rosmayanti