Dewan Pers kembali memenangkan gugatan mengenai keabsahan Peraturan Dewan Pers (PerDP) di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Pasalnya lembaga pengadilan tersebut menolak seluruh gugatan yang diajukan oleh Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke dan kawan-kawan (dkk) kepada Dewan Pers.
Melalui keputusan nomor 331/PDT/2019/PT DKI tertanggal 5 Agustus 2019, majelis hakim tinggi PT Jakarta, yang terdiri dari Imam Sungudi sebagai ketua dan hakim anggota masing-masing Haryono dan Hiyanto, menolak seluruh gugatan Wilson Lalengke dan menghukum para tergugat untuk membayar perkara.
Keputusan ini mendapat sambutan porsitif dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). "Jelas ini kemenangan buat masyarakat pers karena memperkuat posisi Dewan Pers dan organisasi wartawan pendukungnya. Sejak awal saya percaya pengadilan menghormati kemerdekan pers," kata Ketua Umum PWI Pusat Atal Depari dalam keterangannya, Rabu (11/9/2019).
Baca Juga: Dewan Pers Bentuk Satgas Anti-Kekerasan Wartawan
Kuasa hukum Dewan Pers, advokat Frans Lakaseru mengingatkan agar masyarakat pers tidak mempercayai berita-berita hoaks yang menyatakan Dewan Pers telah kalah di PT Jakarta.
"Banding penggugat ditolak, kok penggugat bisa dinyatakan menang? Sebaiknya kita mengikuti keputusan yang formal dari lembaga pengadilan saja," kata Frans.
Sebelumnya April 2018 lalu, SPRI dan PPWI, Wilson Lalengke dkk menggugat Dewan Pers di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Isi gugatannya, Dewan Pers dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Penggugat mendalilkan peraturan-peraturan yang dibuat Dewan Pers (PerDP) melampaui kewenangan Dewan Pers dan bertentangan dengan UUD 1946 serta UU Pers nomor 40 tahun 1999. Atas dasar itu, Wilson Lalengke dkk meminta PerDP, antara lain soal Standar Perusahaan Pers dan Peraturan Dewan Pers soal Standar Kompetensi Wartawan, dinyatakan tidak mengikat karena bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Pers nomor 40 tahun 1999.
Dalam eksepsinya di PN Jakarta Pusat, Dewan Pers menyebut yang berhak memeriksa suatu perkara yang mempersoalkan sebuah peraturan bertentangan dengan UUD 1945 adalah Mahkamah Konstitusi (MK), sedangkan yang berhak memeriksa perkara yang mempersoalkan peraturan bertentangan dengan UU dan peraturan di bawah UU adalah Mahkamah Agung (MA).
Sedangkan dalam pokok perkara, Dewan Pers menegaskan kewenangan yang menjadi dasar Dewan Pers mengeluarkan PerDP yang mengikat ialah fungsi Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat 2 huruf. Pasal itu menyebut, Dewan Pers memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam membuat peraturan-peraturan pers.
Ina Armada Sukardi, ahli dari Dewan Pers dalam sidang di PN Jakarta Pusat, menegaskan, PerDP memiliki alas hukum yang kuat dan karena itu mengikat semua pihak. "Gugatan para tergugat lemah dan salah alamat," kata Wina di sidang PN Jakarta Pusat waktu itu.
Baca Juga: Dewan Pers Akui Media Terseret Arus Pilpres, Jadinya Abnormal
Dalam keputusan PN Jakarta Pusat, eksepsi dari Dewan Pers yang menyatakan PN Jakarta Pusat tidak berhak mengadili perkara ini diterima PN Jakarta Pusat. Artinya, gugatan Wikson Lalengke dkk tidak diterima karena pengadilan tidak berhak memeriksanya.
Oleh karena itu, PN Jakarta Pusat belum memeriksa perkara pokoknya. Sedangkan dalam keputusan PT Jakarta, disebutkan bahwa eksepsi Dewan Pers ditolak. Artinya, PT Jakarta menilai PN Jakarta berhak mengadili perkara ini. Namun, setelah memeriksa sendiri pokok perkaranya, PT Jakarta memutuskan menolak seluruh gugatan Wilson Lalengke dkk.
Dengan keputusan tersebut, PerDP mempunyai kekuatan hukum dan mengikat semua pihak terkait dengan pers.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: