Kembali Pecah, Demonstrasi Irak Diwarnai Tindakan Represif Aparat
Tepat setelah tengah malam, Abdel Mahdi muncul di televisi. Ia membela agenda reformasinya termasuk perombakan kabinet dan mengatakan kepada para demonstran bahwa adalah hak mereka untuk melakukannya selama mereka tidak mengganggu kehidupan publik.
Tetapi dengan nada kritis, Mahdi mengeluh bahwa pemerintah sebelumnya tidak menghadapi tingkat pengawasan yang sama dan mengatakan tokoh-tokoh politik yang menuntut reformasi sendiri gagal menerapkannya.
Komentar Abdel Mahdi tampaknya merujuk pada Sadr, mantan milisi berpengaruh yang mengendalikan blok parlemen terbesar, dengan sendirinya disebut "Aliansi Menuju Reformasi."
Baca Juga: Irak Tak Izinkan Kedatangan Pasukan AS dari Suriah
Banyak yang memperkirakan para pendukung Sadr akan turun ke jalan dalam jumlah besar pada Jumat sore, setelah khotbah mingguan otoritas tertinggi Syiah Irak, Ayatollah Ali al-Sistani.
Sistani telah menetapkan Jumat sebagai batas waktu bagi Abdel Mahdi untuk memberlakukan reformasi dan pernyataan siangnya akan menjadi sinyal pertama bagaimana sisa hari yang sangat dinanti-nantikan itu dapat berkembang.
Dalam menyikapi aksi demonstrasi sebelumnya, menurut Bank Dunia, satu dari lima orang hidup di bawah garis kemiskinan di Irak dan pengangguran kaum muda mencapai sekitar 25 persen.
Angka itu mengejutkan bagi produsen minyak terbesar kedua OPEC, yang menempati peringkat negara terkorup ke-12 di dunia menurut Transparency International.
Negara ini telah dirusak oleh konflik puluhan tahun yang akhirnya kembali tenang pada tahun 2017 dengan kemenangan yang dinyatakan atas kelompok Negara Islam (IS atau ISIS).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: