Tekan Potensi Resesi, CIPS: Pemerintah Perlu Tingkatkan Kebijakan Pro Investasi
Beberapa lembaga dunia telah memprediksi adanya kemungkinan resesi akibat ekonomi global yang tidak menentu akhir-akhir ini. Menanggapi hal itu, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai pemerintah perlu terus meningkatkan kebijakan pro investasi untuk mendorong masuknya foreign direct investment ke dalam negeri.
Peneliti CIPS, Pingkan Audrine Kosijungan, mengatakan bahwa Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) merevisi pertumbuhan ekonomi global dari 3,2% menjadi 2,9%. International Monetary Fund (IMF) juga merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada paruh pertama tahun ini yang berada di angka 3,2% dari yang semula 3,3% untuk tahun ini. Sementara itu, World Bank merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang semula dirilis berada pada angka 2,9% menjadi hanya 2,6%.
Baca Juga: Dorong Pertumbuhan Ekonomi, CIPS: Pemerintah Perlu Implementasikan IPR
"Terjadinya revisi pada perkiraan pertumbuhan ekonomi global nampaknya sudah sangat jelas terjadi sebagai dampak dari volatilitas keadaan pasar di tengah gejolak ekonomi global. Ketegangan geopolitik dan beberapa faktor yang disebutkan sebelumnya memang bergerak sangat dinamis pada paruh pertama tahun ini sehingga membuat badan-badan ekonomi internasional tersebut melakukan proyeksi ulang berdasarkan dengan perkembangan situasi yang ada. Hal ini pun kian memperkuat premis akan adanya resesi global dalam waktu dekat," jelas Pingkan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (4/11/2019).
Meski beigitu, lanjutnya, langkah yang diambil pemerintah di bawah arahan Menteri Keuangan sudah menunjukkan langkah preventif pemerintah dalam menghadapi kemungkinan resesi. Kebijakan-kebijakan yang pro investasi perlu terus digalakkan demi terciptanya lapangan kerja yang memadai agar sebanding dengan banyaknya SDM yang tersedia.
"Sejalan dengan pidato Presiden tentang APBN 2020 cukup mencerminkan upaya pemerintah dalam menarik minat investor untuk menanamkan modalnya. Anggaran kedua terbanyak berada pada pos Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang berurusan langsung terhadap pengadaan infrastruktur. Insentif perpajakan juga dibuat sedemikian rupa untuk menggaet lebih banyak investor," jelas Pingkan.
Lanjutnya, investasi-investasi padat karya sebaiknya menjadi fokus pemerintah di samping maraknya investasi padat modal yang memang sudah memasuki Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Dalam kurun waktu 2013-2014, rata-rata penyerapan tenaga kerja melalui investasi penanaman modal dalam negeri (PDMN) dan penanaman modal asing (PMA) mencapai 1,4 juta orang. Sementara pada 2018, angka serapan tenaga kerja justru mengalami penurunan di kisaran 930 ribu orang.
Dengan adanya anggaran yang memfokuskan pada peningkatan kualitas SDM, pemerintah juga perlu terus berupaya untuk menarik investasi industri padat karya sebanyak-banyaknya agar anggaran yang besar tersebut dapat memberikan dampak riil bagi angkatan kerja Indonesia dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Puri Mei Setyaningrum
Editor: Puri Mei Setyaningrum