Berdasarkan data The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2018, kenaikan suhu bumi sebesar 1,5 derajat celcius akan menimbulkan dampak iklim yang cukup besar, seperti terjadinya kekeringan, curah hujan yang tinggi, kenaikan permukaan air laut, dan kepunahan spesies serta bertambahnya isu ketahanan pangan. Ancaman tersebut berpotensi menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dan terganggunya kehidupan sosial.
Hal ini juga sudah menjadi perhatian para regulator di tingkat global termasuk Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah mengeluarkan Peraturan Nomor 51 tentang Keuangan Berkelanjutan di Indonesia sebagai respons terhadap kondisi di atas.
Baca Juga: Morrison Bantah Kebijakan Perubahan Iklimnya Penyebab Kebakaran Hutan di Australia
Bank Indonesia (BI) pun menunjukkan komitmennya untuk ikut serta dalam pengelolan risiko iklim dengan bergabung menjadi anggota the Network for Greening the Financial System (NGFS), sebuah platform regulator keuangan global untuk mengatasi risiko perubahan iklim.
"Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, oleh karena itu penting agar lembaga jasa keuangan (LJK) mulai mengidentifikasi dan mengelola potensi risiko-risiko iklim dan peluang di dalam masa transisi menuju ekonomi rendah karbon dan ramah lingkungan ini," Focal Point Sekretariat IKBI mewakili WWF-Indonesia, Rizkiasari Yudawinata menjelaskan.
"Dengan bergabung di IKBI, yang didirikan delapan bank dan WWF-Indonesia pada 2018, bank-bank dapat memanfaatkan plaform yang ada guna meningkatkan kapasitas dan pengetahuan terkait integrasi lingkungan, sosial dan tata kelola (LST), memperluas peluang bisnis yang menerapkan prinsip keberlanjutan dan memfasilitasi dialog dengan para pemangku kepentingan, seperti regulator, investor, dan lainnya," tambah Rizkiasari.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti