Kebijakan Bank Dunia untuk memberikan pinjaman kepada China dengan nilai maksimal sebesar US$,15 miliar (Rp21 triliun) telah mengobarkan kemarahan Donald Trump. Presiden AS itu menilai, dengan kekayaan yang dimiliki China saat ini, Bank Dunia seharusnya berhenti memberi utang kepada China.
Keadaan semakin diperburuk oleh semakin dekatnya jadwal eksekusi kenaikan tarif tambahan atas produk-produk China pada 15 Desember 2019 mendatang. Hal ini tentu saja membuat pelaku pasar cemas sehingga harus memutar otak dalam mengambil keputusan investasi.
Baca Juga: Donald Trump Ngamuk-Ngamuk, Pasar Global Remuk!
Tidak seperti biasanya, pada perdagangan spot Selasa (10/12/2019), dolar AS bukan menjadi tempat berlindung utama bagi para pelaku pasar. Hal itu tercermin melalui pergerakan dolar AS yang variatif namun cenderung tertekan di hadapan mata uang dunia, seperti dolar Australia, euro, poundsterling, dolar New Zealand, dolar Hong Kong, dan rupiah.
Baca Juga: Good! Rupiah Bikin Dolar AS Manggut-Manggut, Duh Takut!
Ya, rupiah boleh jadi mendapat keberuntungan atas sentimen global tersebut. Pasalnya, sejak pembukaan pasar spot saja, mata uang Garuda itu mampu terapresiasi hingga 0,14% ke level Rp13.990 per dolar AS. Namun, sentimen positif yang minim pada akhirnya membuat rupiah memangkas apresiasi menjadi hanya 0,05% ke level Rp14.008 per dolar AS.
Dengan apresiasi yang terbatas, rupiah masih mampu membuat mata uang sekelas dolar Australia (0,02%), euro (0,03%), dan poundsterling (0,02%) tunduk. Di jajaran Asia pun, rupiah menjadi momok bagi mata uang lainnya, seperti won (0,34%), baht (0,15%), ringgit (0,15%), dolar Singapura (0,11%), yuan (0,10%), yen (0,09%), dan dolar Taiwan (0,04%).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih