Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Wisatawan China Jarang Belanja Perhiasan, Laba Tiffany Anjlok

Wisatawan China Jarang Belanja Perhiasan, Laba Tiffany Anjlok Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perusahaan perhiasan mewah Tiffany & Co terpukul oleh rendahnya belanja wisatawan China di Amerika Serikat dan Hong Kong. Laba perusahaan yang dibeli LVMH ini turun, Kamis (05/12/2019).

Reuters melaporkan, Tiffany telah berjuang memikat kaum milenial yang lebih memilih Pandora A/S Denmark dan Signet Jewellers. Kedua kompetitornya itu menawarkan harga lebih rendah.

Perlambatan pertumbuhan di China karena perang dagang dengan AS serta menguatnya dolar juga berdampak pada penjualan Tiffany. Perusahaan ini bergantung pada wisatawan dari negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Baca Juga: Hampir Deal! LVMH Beli Tiffany Senilai US$16,3 Miliar

Penjualan bersih di Amerika turun 4 persen pada kuartal ketiga. Di wilayah Asia Pasifik, penjualan tidak tumbuh meski ada pertumbuhan dua digit di China daratan karena kondisi di Hong Kong.

Rendahnya belanja para pelancong di Hong Kong, di mana penjualan anjlok 49 persen, seimbang dengan meningkatnya permintaan dari penduduk lokal.

Menurut data IBES dari Refinitiv, secara keseluruhan penjualan di toko yang sama naik 1 persen pada kuartal ketiga, di bawah estimasi rata-rata analis 1,44 persen.

"Tiffany memiliki potensi yang signifikan. Tapi masih belum bisa dipecahkan," kata analis Bernstein Luca Solca. Pemilik Louis Vuitton, LVMH, diketahui telah setuju membeli Tiffany seharga US$16,2 miliar.

Baca Juga: Dalam Waktu Dua Hari, Kekayaan Bos LVMH Bertambah Rp72 Triliun

Laba bersih Tiffany turun menjadi US$78,4 juta atau 65 sen per saham pada kuartal yang berakhir 31 Oktober. Setahun sebelumnya US$94,9 juta atau 77 sen per saham. Wall Street mengharapkan perusahaan ini menghasilkan 85 sen per saham.

Penjualan bersih sebagian besar flat di angka US$1,01 miliar. Sedangkan perkiraan analis rata-rata US$1,03 miliar. Saham perusahaan yang naik sekitar 66 persen tahun ini, turun sedikit di angka US$133,55.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lili Lestari
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: