Industri Minyak Goreng Sawit (MGS) merupakan industri hilir dari sawit yang memiliki kepentingan strategis bagi perekonomian dan devisa negara. Tidak hanya dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga sektor lain seperti industri makanan dan hotel.
Berdasarkan data Ditjenbun, bahan baku minyak sawit diperoleh industri MGS dari 14,6 juta ha kebun sawit nasional yang tersebar di 26 provinsi dan 235 kabupaten/kota, serta 3 juta rumah tangga pekebun sawit dan sekitar 17 juta tenaga kerja yang bergantung hidup pada sawit.
Data GIMNI menyebutkan industri MGS menyediakan sekitar 7,4 juta ton MGS setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan 267 juta jiwa penduduk Indonesia.
Baca Juga: Indonesia Ajak Negara Amerika Tengah Lawan Diskriminasi Sawit
Besarnya peluang pasar MGS di Indonesia menimbulkan peluang moral hazard oleh oknum untuk melakukan penyimpangan dalam bentuk bisnis MGS bekas atau jelantah.
Data Kemenperin memperkirakan terdapat sekitar 10%–15% atau sebesar 400 ribu–600 ribu ton minyak jelantah yang diperdagangkan di pasar Indonesia setiap tahunnya. Minyak jelantah mengandung asam lemak jenuh yang menghasilkan radikal bebas dan berpotensi menimbulkan berbagai jenis penyakit berbahaya bagi tubuh.
Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk meminimalisasi hingga menghapuskan perdagangan minyak jelantah melalui kebijakan SNI 7709 Tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Badan Standar Nasional (BSN) serta kebijakan Wajib Kemasan melalui Permendag Nomor 09/M-DAG/PER/2/2016.
Kedua kebijakan tersebut akan diimplementasikan pada 1 Januari 2020 mendatang dan bertujuan untuk melindungi konsumen dan menjamin produk MGS yang berkualitas, bermutu, dan bergizi; meningkatkan daya saing; serta menciptakan multiflier effect dengan bukti tumbuhnya industri pengemas.
Dalam kebijakan tersebut diatur bahwa perdagangan MGS harus dalam bentuk kemasan dan tidak boleh curah, padahal proporsi MGS curah yang diperdagangkan di pasar domestik mencapai 80%.
Baca Juga: Keberlanjutan Supply Chain Industri Sawit, Demi Percepat ISPO?
Mengutip PASPI, akan ada potensi risiko sehingga dibutuhkan upaya mitigasi risiko agar implementasi kebijakan tersebut dapat berjalan efektif dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Edukasi dan sosialisasi kepada konsumen terkait manfaat yang akan diperoleh dengan mengonsumsi MGS kemasan sangat penting dilakukan dalam rangka implementasi kebijakan SNI dan wajib kemasan.
Namun, segmentasi konsumen MGS khususnya masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah tidak cukup hanya dengan memberikan edukasi dan sosialisasi untuk mengubah preferensi penggunaan minyak goreng karena ketidaksiapan bujet.
Sebagai respons atas ketidaksiapan konsumen tersebut, pemerintah dapat kembali mempopulerkan produk dengan merek dagang Minyakita yang merupakan hasil kerja sama produsen MGS dengan pemerintah. Produk ini telah diberi insentif berupa peniadaan PPN (selama batas waktu tertentu) sehingga harganya relatif bersaing.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: