Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dulu Larang Keluarga Berpolitik, Sekarang Telen Ludah Sendiri! Ya Jokowi!

Dulu Larang Keluarga Berpolitik, Sekarang Telen Ludah Sendiri! Ya Jokowi! Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo (tengah) berbincang dengan Ketua MPR Bambang Soesatyo (kedua kanan) dan Wakil Ketua Fadel Muhammad (kanan) usai upacara pelantikan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019). | Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan

Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menyebut, tak salah bila ada anggapan majunya Gibran-Bobby ini, berarti Jokowi memulai membangun oligarki dan dinasti politik. Meski di satu sisi, tak ada yang salah dengan kesiapan majunya Gibran-Bobby.

"Kita masih ingat, dulu Jokowi pernah bilang, keluarganya tak akan berpolitik. Tetapi, saat ini, berpolitik. Mungkin, karena enak dan nikmatnya kekuasaan. Politik menjadi jalannya," ujar Ujang.

Dia menyebut hanya di era Jokowi, Gibran-Bobby maju ke Pilkada. Ia membandingkan dengan Presiden sebelumnya yang tak ada putra putrinya menjadi kepala daerah, saat aktif sebagai RI-1. "Ini Jokowi efek. Dan, bisa juga aji mumpung. Mumpung lagi berkuasa. Jadi, ingin ikut berkuasa juga," kata Ujang.

Gibran Rakabuming Raka daftar ke DPD Jateng untuk Pilkada Kota Solo.

Mendapat kritikan, barisan pendukung Jokowi pun membela. Politikus PDIP, Andreas Hugo Parreira menegaskan, tak ada masalah dengan majunya Gibran-Bobby. Ia meminta, pihak yang kontra untuk berpikir obyektif tanpa diskriminasi.

Bagi Andreas, selama mengikuti prosedur, maka tak ada pelanggaran. Ia pun heran, jika ada anggapan etika yang dilanggar Gibran-Bobby.

"Jangan mendiskriminasi mereka karena anak atau mantu Presiden. Kalau soal etik, kode etik mana yang dilanggar, beri kesempatan mereka untuk ikuti mekanisme dan prosedur yang berlaku," ujar Andreas kepada VIVAnews, Minggu (15/12/2019).

Dia mengingatkan, kondisi sistem demokrasi saat ini yang dianut di Indonesia. Menurutnya, dengan sistem demokrasi terbuka seperti sekarang, maka sulit dinasti politik bisa tumbuh dan hidup. Alasannya, rakyat yang punya suara pilihan.

"Dinasti hanya bisa tumbuh dan berkembang dalam sistem monarki atau sistem totaliterisme seperti yang sekarang masih berkembang di Korea Utara," jelasnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: