Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bingungkan Ilmuwan, Fenomena 'Gumpalan Panas' Muncul di Laut Selandia Baru

Bingungkan Ilmuwan, Fenomena 'Gumpalan Panas' Muncul di Laut Selandia Baru Fenomena 'gumpalan panas' muncul di lepas pantai Selandia Baru. | Kredit Foto: Sindonews
Warta Ekonomi, Wellington -

Sebuah fenomena aneh terjadi di lepas pantai Selandia Baru, Jumat (27/12/2019), telah membingungkan para ilmuwan. Ada sepetak besar air hangat di tengah laut yang oleh para ilmuwan disebut sebagai "hot blob" atau "gumpalan panas".

Area air "gumpalan panas" dengan suhu di atas 6 derajat Celsius di Samudra Pasifik ini kemungkinan muncul karena kurangnya angin di wilayah tersebut.

Fenomena ini terlihat dalam peta online berwarna merah di tengah-tengah perairan yang digambarkan berwarna kuning. Penggambaran warna itu menunjukkan bahwa suhu pada sepetak air hangat itu lebih tinggi dari suhu air di sekelilingnya yang tak lebih dari 3 derajat Celsius.

Baca Juga: Langit di Kota China Menampakkan Fenomena Tiga Matahari, Ternyata Sangat Langka

Seorang ilmuwan terkemuka mengatakan, lonjakan suhu air hingga 6 derajat Celsius di atas rata-rata di sebidang besar lautan timur Selandia Baru itu kemungkinan disebabkan oleh sistem cuaca "anti-siklon".

Luas "gumpalan panas" ini membentang hingga 1 juta kilometer persegi, area yang hampir 1,5 kali ukuran Texas, atau empat kali lebih besar dari Selandia Baru.

James Renwick, kepala sains geografi, lingkungan dan ilmu bumi di Victoria University di Wellington, mengatakan skala lonjakan suhu di dekat kepulauan Chatham Island yang berpenduduk jarang sangat luar biasa, dan telah dibangun selama berminggu-minggu.

“Ini patch terbesar pemanasan di atas rata-rata di planet ini sekarang. Biasanya suhu ada sekitar 15 derajat Celsius, saat ini sekitar 20 derajat Celsius," katanya, seperti dikutip The Guardian.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Shelma Rachmahyanti

Bagikan Artikel: