Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat: Bereskan Jiwasraya Segera, Jangan Tumbalkan BUMN Lain!

Pengamat: Bereskan Jiwasraya Segera, Jangan Tumbalkan BUMN Lain! Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019). Pemerintah sudah memiliki skenario untuk menangani masalah kekurangan modal PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yakni dengan cara pembentukan holding asuransi atau penerbitan obligasi subordinasi atau mandatory convertible bond (MCB) dan pembentukan anak usaha PT Jiwasraya Putra. | Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta

Bhima menyampaikan holding asuransi BUMN bisa jadi solusi asalkan dihitung dampak ke BUMN yang menanggung risiko Jiwasraya. Ia menilai holding asuransi BUMN opsi paling pahit lantaran BUMN dengan keuangan yang sehat bisa menjadi tumbal dari kasus yang membelit Jiwasraya.

Oleh sebab itu, lanjut Bhima, penerbitan utang oleh anak usaha yakni Jiwasraya Putra menjadi hal yang paling minim risiko untuk menyelematkan Jiwasraya sesegera mungkin. Hingga November 2019, ada 13.095 pemegang polis yang proses klaimnya tertunda dengan total nilai mencapai lebih dari Rp11,5 triliun.

"Jika penyelesaian berbelit-belit dan prosesnya lama bisa menimbulkan krisis kepercayaan yang sistemik ke seluruh sektor asuransi dan jasa keuangan di Indonesia. Orang akan kapok beli produk asuransi, ada semacam trauma," ucapnya.

Dalam mengantisipasi kasus ini terulang lagi, Bhima mengapresiasi upaya OJK terkait upaya bersih-bersih pasar modal yang belakangan gencar dilakukan. Menurutnya, kasus Jiwasraya ini tejadi dari adanya dugaan oknum yang menjalankan praktik goreng-goreng saham yang pada ujungnya merugikan para pemegang polis Jiwasraya.

"Tugas OJK mengawasi praktik pembelian saham gorengan yang rentan manipulasi. Di sini pentingnya bersih bersih bank dan jasa keuangan BUMN. Jika ketahuan membeli saham gorengan, ada sanksi untk direksinya. Itu kewenangan OJK," ungkap Bhima.

Berdasarkan catatan OJK, kasus ini dimulai pada 2004, di mana perusahaan sudah memiliki cadangan yang lebih kecil dari seharusnya, insolvency mencapai Rp 2,769 triliun. Pada 2006, laporan keuangan menunjukkan nilai ekuitas Jiwasraya negatif Rp 3,29 triliun karena aset yang dimiliki jauh lebih kecil dibanding kewajiban. Hingga 2008, defisit nilai ekuitas perusahaan semakin melebar menjadi Rp 5,7 triliun dan Rp 6,3 triliun pada 2009.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: