Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengapresiasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah menyampaikan hasil pemeriksaan investigatif pendahuluan atas kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Menurut Erick, hasil pemeriksaan BPK menjadi titik terang bagi Kementerian BUMN dan pemangku kepentingan terkait dalam menyelesaikan permasalahan Jiwasraya. Erick menilai, BPK telah menjelaskan secara gamblang terkait kasus Jiwasraya sehingga BUMN dapat memiliki sejumlah tahapan demi memastikan pembayaran klaim nasabah.
Baca Juga: Banyak Diusulkan, Pengamat Malah Khawatir Soal Pansus Jiwasraya
Ia pun menegaskan, pemerintahan Presiden Joko Widodo bakal menyelesaikan kasus Jiwasraya agar nasabah mendapatkan haknya, kendati permasalahan Jiwasraya sudah terjadi sejak lebih dari satu dekade silam.
"Kita tidak mau BUMN dianggap melarikan diri, walaupun ini (kejadian sejak--Red) 2006. Kita tidak bisa memisah-misahkan karena ini negara kita. Jadi, apa yang terjadi dulu dan sekarang, pemerintah selalu mencari solusi," ujar Erick beberapa hari yang lalu.
Segudang permasalahan di Jiwasraya membuat perusahaan asuransi jiwa pertama di Indonesia itu tak mampu membayar polis yang jatuh tempo pada Oktober-Desember 2019 untuk produk JS Saving Plan. Jumlahnya mencapai Rp12,4 triliun. Erick memastikan pemerintah bekerja keras menyelesaikan kasus Jiwasraya. Kerja sama dengan berbagai pihak terus dilakukan. Berbagai solusi juga telah disiapkan.
Pengembalian dana nasabah dilakukan secara bertahap. Erick mengatakan, pembentukan holding BUMN asuransi akan memberikan dana segar sekitar Rp1,5 triliun-Rp 2 triliun. Selain itu, Kementerian BUMN mengkaji sejumlah aset potensial Jiwasraya yang bisa dilepas. "Jadi, kita coba. Kita bisa cicil ke depan," kata Erick.
Ia meminta semua pihak membantu upaya pemerintah menyelesaikan persoalan Jiwasraya. Erick pun menegaskan bakal terus mendorong good corporate governance di perusahaan BUMN demi meningkatkan kepercayaan publik. "Kemarin bursa melemah karena orang enggak percaya, akhirnya investasi lagi di tempat lain," ujarnya.
Erick pun meyakini jajaran direksi baru Jiwasraya dapat menyehatkan kembali kondisi perusahaan. Ia mendukung penuh langkah-langkah yang akan dilakukan manajemen baru Jiwasraya.
"Ada dirutnya Pak Hexana, kita akan dukung. Kita sudah berkolaborasi, apalagi sekarang banyak sekali direksi-direksi BUMN baru ini tingkat kredibilitasnya tinggi. Kita dukung mereka yang mau bekerja secara profesional dan transparan," ungkap Erick.
Dalam menyelesaikan kasus Jiwasraya, Kementerian BUMN melibatkan banyak pihak, salah satunya Kejaksaan Agung (Kejagung). Kejagung pun berjanji untuk objektif dalam melakukan penyidikan kasus korupsi dan gagal bayar Jiwasraya.
Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Teogarisman menegaskan, Kejagung bakal memeriksa semua orang yang dianggap tahu atau terlibat dalam kasus tersebut. Kejagung, katanya, juga tak akan pandang bulu jika pemeriksaan harus menyertakan sejumlah mantan pejabat setingkat menteri.
"Pada pokoknya, semua yang ada terkait akan diperiksa untuk dimintai keterangan," kata Adi.
Adi menyampaikan, Kejagung terus melakukan pemeriksaan intensif terhadap sejumlah mantan pejabat tinggi di Jiwasraya. Sejak Senin (30/12/2019), tim penyidik khusus sudah memeriksa sebanyak 27 orang secara intensif.
Adi menerangkan, pemeriksaan masif tersebut merupakan upaya kejaksaan untuk merumuskan peristiwa pidana menyangkut gagal bayar Jiwasraya. Secara keseluruhan, Kejagung telah memeriksa 98 orang.
Dia menerangkan, ada tujuh nama yang diperiksa pada Kamis (9/1/2020). Tiga di antaranya adalah mantan direktur utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan direktur pemasaran De Young Adrian, dan mantan direktur SDM dan kepatuhan Muhammad Zamkhani.
"Seperti yang saya sampaikan setiap hari kepada teman-teman (wartawan), pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan lanjutan,” ujar dia. Selain sudah memeriksa intensif puluhan saksi, Kejagung telah melakukan pencekalan terhadap 10 nama eks petinggi Jiwasraya dan pihak swasta dari manajemen investasi
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin saat konferensi pers bersama BPK, Rabu (8/1/2020), memastikan kasus gagal bayar Jiwasraya akan terungkap lewat penegakan hukum. Burhanudin pun menegaskan bakal memeriksa mantan menteri BUMN Rini Soemarno jika diperlukan. Namun, kata dia, pemeriksaan terhadap Rini belum dilakukan. "Belum mengarah ke sana," kata Burhanuddin.
Fokus penyidikan yang dilakukan Kejagung saat ini menyangkut perbuatan pidana. Sekaligus, kata dia, mencari petunjuk dan alat bukti yang mengarah pada pelaku tindak pidana yang menyebabkan Jiwasraya gagal bayar.
Ia memastikan, jika pemeriksaan saksi-saksi tersebut mengarah pada perbuatan pidana yang melibatkan mantan pejabat tinggi negara, kejaksaan akan tetap meminta keterangannya sebagai saksi. "Kalau nanti dalam pemeriksaan ada mengarah ke situ pasti tetap akan diperiksa," ujar Burhanuddin.
Burhanuddin menambahkan, hasil penyidikan sementara sudah kuat untuk menetapkan tersangka. "Kami sudah punya ancar-ancar siapa pelakunya," kata Burhanuddin.
Namun, calon tersangka tersebut baru pada ranah perbuatan pidana. Sementara kejaksaan menghendaki agar kasus Jiwasraya terungkap utuh dengan indikasi perbuatan korupsi. Sebab itu, kejaksaan masih menunggu besaran pasti kerugian negara yang saat ini dilakukan BPK melalui pemeriksaan investigatif.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat mengumumkan hasil pemeriksaan investigatif pendahuluan atas Jiwasraya yang dilakukan sejak 2018 mengatakan, permasalahan di Jiwasraya telah terjadi sejak lama. Meskipun pada 2006 perusahaan masih membukukan laba, sebenarnya laba tersebut adalah laba semu karena merekayasa laporan keuangan.
Sementara pada 2017, Jiwasraya membukukan laba sebesar Rp360,3 miliar, tapi memperoleh opini tidak wajar akibat kecurangan pencadangan sebesar Rp7,7 triliun. Jika pencadangan dilakukan sesuai ketentuan, seharusnya perusahaan menderita kerugian.
Setahun berselang, Jiwasraya membukukan kerugian (unaudited) sebesar Rp15,3 triliun dan sampai September 2019 diperkirakan merugi Rp13,7 triliun. Pada November 2019, kerugian Jiwasraya diperkirakan membengkak menjadi Rp27,2 triliun. Kerugian tersebut terjadi karena Jiwasraya menjual produk JS Saving Plan dengan biaya dana yang sangat tinggi karena memasang bunga lebih tinggi dari bunga obligasi dan deposito.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum