Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Blak-blakan Sang Menag, dari Isu Celana Cingkrang hingga Imam Besar FPI

Blak-blakan Sang Menag, dari Isu Celana Cingkrang hingga Imam Besar FPI Kredit Foto: Antara/Antara

Bukankah memakai celana cingkrang atau cadar merupakan salah satu bentuk kebebasan beragama seseorang?

Beragama bebas. Tapi kalau ASN punya peraturan sendiri. ASN 'No, Anda punya pakaian Anda sendiri'.

Sebelumnya, Sekjen Majelis Ulama Indonesia, Anwar Abbas, menyarankan Kementerian Agama tak mengurusi persoalan pemakaian busana cadar atau celana cingkrang bagi aparatur negara. Sebab kendati ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hal itu, Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 mengharuskan pemerintah menjamin kemerdekaan warganya memeluk agama dan beribadah sesuai kepercayaannya, ujarnya.

Apakah Anda memandang atribut celana cingkrang dan cadar sebagai indikator seseorang adalah radikal?

Saya enggak mengatakan begitu. Tapi, saya katakan banyak orang berpandangan, (celana cingkrang dan cadar) enggak ada kaitan dengan ketakwaan.

Banyak teman-teman saya yang ketakwaannya tinggi, enggak pakai cingkrang atau cadar.

Ibu-ibu penceramah di TV apa pakai cadar? Kan enggak juga.

Dalam periode pemerintahan sebelumnya, yang menjadi menteri agama hampir selalu dari kalangan NU. Namun Anda datang dari latar belakang militer. Apa modal Anda sebagai menteri agama?

Wah, modal saya hebat.

Saya orang Aceh, dari kecil saya sudah dididik agama yang keras oleh ayah saya. Dan ayah saya ketika menugaskan kami untuk salat subuh dan ngaji, kerasnya bukan main.

Kemudian saat menjadi taruna, saya sudah menjadi pembina Rohani Islam. Setelah jadi tentara, ketika saya disuruh menggalang wilayah, yang paling bagus dengan khotbah. Dengan ceramah agama.

Pendekatan agama itu pendekatan yang paling baik, mengajarkan orang tentang akhlak, persatuan, kesatuan, toleransi.

Sebelumnya, Ketua PBNU bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan, Robikin Emhas mengatakan, kiai-kiai di berbagai daerah merasa kecewa dengan keputusan Jokowi terkait dipilihnya Fachrul sebagai menteri agama.

"Banyak kiai dari berbagai daerah yang menyatakan kekecewaannya dengan nada protes," kata Robikin seperti dikutip dari website resmi NU.

Apa yang membedakan Anda dengan menteri-menteri agama sebelumnya yang berasal dari kalangan NU?

Saya tidak mau membedakan itu, kami sama-sama punya misi yang sama bagaimana membangun umat dengan baik dan bagaimana membangun umat yang kokoh untuk membangun bangsa.

Tapi kelebihan saya mungkin, dibanding banyak orang, saya pernah tugas dari ujung Aceh sampai Papua.

Saya mengenal bermacam-macam peradaban manusia, budaya manusia. Mudah-mudahan dengan itu saya bisa melakukan pendekatan.

Modal Anda untuk menumpas radikalisme apa?

Saya sudah berjalan ke beberapa negara Arab (yang beragama) Islam, di sana mereka mengalami bagaimana bahaya radikalisme.

Maka mereka sangat ketat. Misalnya khotbah, enggak boleh sembarangan orang ngomong. Ada teksnya, tidak boleh sembarangan orang jadi khatib.

Bahkan khotbah tiap minggu ditentukan kementerian agamanya.

Kenapa itu dilakukan? Karena mereka pernah mengalami masa-masa yang sangat menakutkan di mana orang bisa khotbah sembarangan sehingga radikalisme bangkit di mana-mana.

Sekarang mereka enggak mau lagi seperti itu

Kita tidak ikut-ikut seperti itu, kita hanya ingatkan tolong hati-hati, jangan sampai kalian terjebak dalam hal seperti itu, tercabik-cabik radikalisme.

Di sini kan bebas (orang berceramah). Tapi kami coba batasi sedikit, dalam bulan-bulan ini kami akan menerapkan (program) penceramah bersertifikat bagi siapa yang mau. Enggak mau silakan.

Tapi yang mau mendaftar, kita berikan berapa masukan terutama masalah kehidupan berbangsa.

Kehidupan agama harus selalu menguatkan kehidupan berbangsa kita.

Kehidupan berbangsa harus bisa mengacu kehidupan agama. Itu sudah dilakukan negara-negara yang dulu tercabik radikalisme.

Kami ngomong tentang penceramah bersertifikat (dengan memberi masukan): Kalian sebaiknya habis berkhotbah ada doa untuk bangsa. Itu sejalan dengan aturan agama Islam kok.

Bukan 'kamu khotbahnya baca ini ya'. Kita tidak pernah berpikiran seperti itu.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: