Usai membentuk tim khusus investigasi kasus asuransi yang menyeleweng, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan adanya peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang tata kelola perusahaan.
Ombudsman melihat terdapat inkosistensi pengaturan mengenai Direktur Kepatuhan. Misalnya pada peraturan POJK 2/2014, OJK mengharuskan adanya Direktur Kepatuhan. Namun, kemudian diberikan kelonggaran waktu hingga tiga tahun untuk memiliki Direktur Kepatuhan pada peraturan POJK 73/2016.
Namun, peraturan ini kembali direvisi menjadi POJK 43/2019 yang berisi tentang kewajiban perusahaan perasuransian untuk memiliki Direktur Peraturan. Melihat adanya perubahan peraturan ini, Ombudsman menilai jika OJK belum mengawasi dan melakukan penegakan aturan yang maksimal.
Baca Juga: Sengkarut Jiwasraya: OJK Bubar, Lembaga Baru Mekar
"Mengenai indikasi perubahan peraturan OJK tiap periode, kami belum bisa menyampaikannya karena besok baru akan ditanyakan," kata Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih di Kantor Ombudsman, Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Dirinya juga membahas mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2015 yang berisi tentang pengawas eksternal pada setiap perusahaan perasuransian. Alamsyah mengatakan, semua pihak dilibatkan sebagai pengawas eksternal, namun tidak dengan OJK.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti