Virus Corona Tembus Beijing, Kecemasan Warga Dunia Meningkat
Beijing, Ibu Kota China, mengonfirmasi kematian pertama akibat virus Corona jenis baru; 2019-nCoV. Informasi ini memicu kecamasan masyarakat internasional di mana sejumlah negara berupaya mengevakuasi warganya dari pusat epidemi.
Komisi kesehatan di Beijing mengatakan seorang pria berusia 50 tahun yang mengunjungi Wuhan meninggal karena gagal pernapasan pada hari Senin, kurang dari tiga minggu setelah mengunjungi kota itu.
Baca Juga: Kasus Pertama Terkonfirmasi, Jerman Waspadai Virus Corona
Kematian di Beijing meningkatkan jumlah kematian akibat virus baru itu menjadi 82 orang di China, dengan lebih dari 2.700 orang terinfeksi di negeri tersebut.
Kasus serupa telah diidentifikasi di lebih dari selusin negara lain, termasuk pasien pertama yang dikonfirmasi di Kanada dan Sri Lanka.
Pemerintah Amerika Serikat mendesak warganya untuk mempertimbangkan kembali semua perjalanan ke China dan meminta untuk tidak pergi ke provinsi Hubei, pusat wabah virus mirip SARS tersebut. Mongolia telah menutup perbatasannya dari China.
Dalam tanda kekhawatiran yang meningkat, Perdana Menteri China Li Keqiang mengunjungi "ground zero" untuk mengawasi upaya karantina di Wuhan, sebuah kota dengan 11 juta orang di mana penyakit ini pertama kali muncul akhir Desember 2019.
Pemerintah China telah menutup Wuhan dan kota-kota lain di provinsi Hubei. Langkah itu secara efektif menjebak puluhan juta orang, termasuk ribuan orang asing, dalam upaya untuk menahan penyebaran virus itu ketika liburan Tahun Baru Imlek dimulai.
China memutuskan untuk memperpanjang liburan publik, yang awalnya akan berakhir pada 30 Januari 2020. Perpanjangan libur selama tiga hari itu untuk membatasi arus populasi dan mengendalikan epidemi.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan AS telah menawarkan bantuan yang diperlukan kepada China untuk memerangi virus.
Di Wuhan, jurnalis AFP melihat pekerja konstruksi bekerja di salah satu dari dua rumah sakit lapangan yang China targetkan selesai minggu depan untuk meringankan fasilitas medis yang penuh sesak akibat dibanjiri orang-orang yang menunggu perhatian medis.
Pada hari ke lima karantina, penduduk meneriakkan "Go Wuhan" dari jendela mereka. "Saya semakin khawatir setiap hari," kata Do Quang Duy, 32, seorang mahasiswa master asal Vietnam di Wuhan, kepada AFP yang dilansir Selasa (28/1/2020).
Mongolia, selain menutup perbatasan dengan China, juga membatalkan kegiatan belajar mengajar di setiap sekolah sampai 2 Maret dan menunda pertemuan publik besar-besaran.
Baca Juga: Waspada Penyebaran Virus Corona, Mongolia Tutup Perbatasan dengan China
Malaysia telah melarang pengunjung asal Provinsi Hubei, China. Turki dan Jerman menyarankan warganya untuk menghindari perjalanan yang tidak penting ke China sama sekali.
Sebuah penerbangan yang bersisi staf konsuler dan beberapa warga Amerika dijadwalkan meninggalkan Wuhan menuju AS pada hari Selasa.
Prancis berencana untuk menerbangkan warganya keluar dari kota Wuhan pada pertengahan minggu ini. Jepang juga akan membawa pulang warganya.
Belgia, Bangladesh, India, dan Spanyol mengatakan mereka berusaha untuk memulangkan warga negara mereka. Sementara Jerman mempertimbangkan opsi serupa.
Di sisi lain, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah membuat bingung masyarakat internasional dengan mengoreksi penilaiannya terhadap virus Corona jenis baru asal Wuhan. Organisasi itu kini menyatakan risiko global dari virus mematikan tersebut tinggi.
Laporan penilaian WHO sebelumnya menyatakan tingkat risiko global dari virus itu masih "moderat." Badan kesehatan yang bernaung di bawah PBB tersebut mengatakan dalam laporan yang dipublikasikan Minggu malam bahwa risiko virus sangat tinggi di China, tinggi di tingkat regional dan tinggi di tingkat global.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: