Sebuah artikel di stasiun berita BBC mengungkapkan, bagaimana cara hidup manusia yang telah berubah, sekitar 55% populasi manusia kini hidup di kota, meningkat 35% dibanding 50 tahun lalu, memberi dampak terjadinya evolusi penyakit.
Kota-kota besar yang menjadi tempat tinggal manusia ini juga menyediakan tempat hidup bagi hewan liar, seperti tikus, rakun, tupai, rubah, unggas, anjing liar, monyet yang bisa hidup di ruang terbuka hijau dan memakan sampah yang dihasilkan manusia. Terkadang hewan liar ini lebih sukses hidup di kota daripada di alam liar karena banyaknya pasokan makanan.
"Maka ruang kota lantas menjadi tempat pertemuan berbagai penyakit yang berevolusi," demikian ditulis dalam artikel tersebut.
Baca Juga: Baru Pulang dari Thailand, Warga Korsel Dinyatakan Positif Virus Corona
Penyakit baru yang muncul jadi lebih berbahaya dan menyebabkan ketakutan. Tapi, ada beberapa kelompok orang yang lebih rentan terhadap penyakit baru ketimbang kelompok yang lain.
Penduduk miskin perkotaan akan memiliki risiko lebih besar untuk bertemu sumber dan pembawa penyakit karena minimnya fasilitas kebersihan dan kesehatan. Nutrisi yang buruk, paparan udara berpolusi juga menyebabkan lemahnya sistem kekebalan tubuh. Jika sakit, mereka juga mungkin tak mampu mendapat perawatan kesehatan.
Infeksi juga tersebar cepat di kota besar yang padat karena penduduk menghirup udara yang sama dan menyentuh berbagai benda yang sama.
Virus corona disebut berbahaya terutama pada orangtua yang memiliki riwayat penyakit lain. Pakar vaksin, dr Arifianto mengatakan, virus corona bisa mematikan ketika muncul sesak nafas, yaitu pheunomenia. Secara umum, pheunomenia ini sangat mudah dialami oleh dua kelompok masyarakat, pertama kelompok anak-anak dan kedua kelompok orangtua atau lanjut usia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: