Bagi sebagian perokok, beralih ke produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko kesehatan. Mereka memahami bahwa berdasarkan beberapa penilitian yang ada, rokok elektrik adalah alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan rokok dan dapat merupakan salah satu upaya menghentikan kebiasaan merokok.
Namun, rokok elektrik yang dikategorikan sebagai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) di Indonesia, dianggap relatif mahal bagi beberapa orang. Konsumen harus merogoh kocek cukup dalam untuk dapat menggunakan produk ini.
Sebagai gambaran, rata-rata harga cairan rokok elektrik alias liquid vape di Indonesia berkisar Rp100.000-Rp250.000 per botol. Sementara peralatan rokok elektrik dijual dengan rentang harga Rp100 ribu – Rp3 juta tergantung pada merek dan kualitasnya.
Baca Juga: Soal Fatwa Haram Vape, Warganet: Halalin Aku Aja
Baca Juga: Cabai Merah dan Rokok Penyumbang Utama Inflasi Januari
Ketua dan Pendiri Foundation for International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST) Marzuki Darusman menegaskan, dunia bisnis saat ini terus melakukan berbagai upaya untuk mengurangi risiko kesehatan melalui inovasi-inovasi. Hal itu dilakukan guna menghadapi masa depan yang lebih baik.
Produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik ini merupakan salah satu inovasi yang ditujukan untuk mengurangi risiko kesehatan yang timbul dari kebiasaan merokok. “Setiap individu paling tidak harus menyadari hak mereka atas informasi dan hak mereka untuk menikmati manfaat dari kemajuan ilmiah,” katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (7/2/2020).
Lanjutnya, ia mengingatkan agar pelaku usaha tidak bisa hanya menunggu pemerintah untuk mengeluarkan aturan perundang-undangan yang dirancang untuk melindungi pelanggan. Melainkan harus proaktif menginformasikan kepada publik tentang inovasi ilmiah yang berpotensi mengurangi bahaya bagi kesehatan mereka.
“Pelaku usaha harus secara aktif menginformasikan kepada publik tentang inovasi ilmiah yang mungkin kurang berbahaya bagi kesehatan mereka. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan kajian ilmiah mendalam mengenai produk ini agar masyarakat mendapatkan informasi yang valid dan lebih mudah dipahami,” tegas Marzuki.
Sementara itu, Ilham Riski (32), pemilik jaringan binatu di Jakarta yang menjadi perokok aktif selama bertahun-tahun mengatakan dirinya bertahan pada rokok konvensional karena cenderung lebih murah. “Mau sih (beralih) ke produk tembakau alternatif seperti vape, karena sudah ada penelitian di luar negeri yang mengatakan bahwa produk ini lebih rendah risiko dibandingkan terus merokok, namun biaya awalnya sangat tinggi,” katanya
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: